Self Work & Money

Benarkah Kita Harus Mengikuti Passion?

Greatmind

@greatmind.id

Redaksi

Ilustrasi Oleh: Mutualist Creative

“Aku kerja mengikuti passion.”

“Kita harus bekerja dengan passion agar menyenangkan.”

“Kamu harus kejar seuatu yang menjadi passion-mu.”

Barangkali, kalimat-kalimat seperti itu terasa akrab di telinga kita. Bisa juga, kita malah termasuk orang yang seringkali – dengan mantap pula, mengatakannya. Sebenarnya, tak ada yang salah dengan kalimat-kalimat itu. Asal saja, kita tahu arti kata passion dengan benar dan mau menerima konsekuensi apa yang kita hadapi bila mengatakan, juga meyakininya. Passion memang terasa sebagai kata yang bisa membuat kita jadi lebih 'dalam' kelihatannya. Terutama ketika kita mengerjakan sesuatu, dan yang kita kerjakan itu ditempeli kalimat bahwa “itu memang passion gue.”

Tapi benarkah passion masih akan tersisa, manakala kerja yang kita lakukan itu hanya serupa keran karatan yang hanya mengalirkan sedikit sekali pendapatan? Masih maukah kita mengerjakan passion kita, bila hanya tersisa pilihan sekantung apel layu – kalau kamu pembaca dongeng-dongeng karya Hans Christian Andersen, kamu pasti ingat dari dongeng apa istilah 'sekantung apel layu' itu muncul sebagai imbalan?

Barangkali alinea pembuka tulisan ini terasa nyinyir atau bahkan pesimistik. Tapi
sebenarnya tidak juga. Tulisan ini hanya ingin membicarakan sebuah artikel provokatif tentang passion yang yang ditulis oleh Nathaniel Koloc, CEO ReWork, sebuah firma rekrutmen yang juga kontributor untuk Harvard Business Review, The Muse dan Entrepreneur. Sejak judulnya, artikel yang ia beri judul Why “Follow Your
Passion” is Pretty Bad Advice
yang ia tulis untuk The Muse sudah menggelitik. Ia tak menyangkal bahwa saran untuk 'mengikuti passion' merupakan saran yang baik. Sebuah cara seseorang memberi dukungan pada teman, sahabat, kerabat atau keluarganya untuk melakukan hal-hal yang akan memberi kepuasan dalam hidup mereka. Hanya saja, menurut Koloc, mantra tentang “passion” itu sesungguhnya tak terlalu membantu. Ia punya dua alasan untuk apa yang dikatakannya itu.

Pertama, “mengikuti passion” adalah kalimat yang sesungguhnya tak terlalu jelas bagaimana dilakukan. Instruksi untuk mengikuti passion ini, dikatakan Koloc memang merupakan hal yang esensial, tapi amat jauh untuk bisa melengkapi puzzle yang harus diselesaikan oleh seseorang. Barangkali, kalimat itu bisa saja dibayangkan semudah pindah ke Hollywood untuk jadi aktor kelas dunia ternama. Padahal, betapa pun seseorang tahu apa passion-nya, ada faktor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, apakah kita bisa mendapat penghidupan yang baik dengan mengerjakannya? Apakah passion akan tetap menjadi passion bila tiap hari kita harus terus melakukannya demi mendapatkan uang? Apakah passion kita berkaitan dengan keahlian yang kita punya, ingin kita kembangkan dan memang itu yang dibutuhkan pasar kerja?

Poin dari hal pertama ini adalah, kita tak perlu jawaban pasti untuk semua
pertanyaan-pertanyaan itu sebelum kita benar-benar memulainya. Hanya saja, untuk
sebuah kehidupan di mana tagihan-tagihan harus dibayar, tabungan pendidikan -
baik untuk anak-anak maupun diri sendiri- harus disiapkan, dan masih pula kita
harus menghadapi persaingan sengit di dunia kerja, mengabaikan nuansa-nuansa
yang tak tampak di permukaan serta implikasi praktik untuk mendapat bayaran dari
apa yang kita cintai, bisa saja menjadi nasihat yang berbahaya.

Kedua, dan juga hal yang lebih penting, karena kedengarannya mudah dan
menyenangkan, “ikuti passion-mu” bisa saja menjebak kita dalam harapan, bahwa
kalau kita bekerja sesuai passion, pasti semuanya akan mudah. Padahal seringkali,
mengikuti passion justru serupa ujian yang "her"-nya berulang-ulang. Membuat
sesuatu tampak mudah, bukan tak mungkin membuat kita lupa untuk menghargai
hal tersebut, bukan?

Hal terbaik yang perlu kita yakini jika ingin mengikuti passion, menurut Koloc adalah
bahwa passion itu berat, butuh waktu dan dedikasi yang serius untuk bisa
diperjuangkan. Namun itu bukan berarti kita tak punya cara untuk bisa mengikuti
passion dan menjadikannya sumber penghidupan. Dari pengalamannya membantu Berikut beberapa hal yang menurut Koloc dapat dielaborasi untuk menjadikan passion yang kita ikuti menjadi kerja yang berarti.

Hal pertama adalah memahami soal legacy, apa yang kita peduli, apa yang bisa
mendorong kita melakukan sesuatu, dan perubahan apa yang ingin kita lakukan
untuk dunia, untuk orang lain dan untuk generasi masa depan. Barangkali ini akan
terasa terlalu ideal dan heroik. Tapi menurut Koloc, memikirkan hal-hal seperti ini
akan lebih baik ketimbang hanya mendekam di kamar mencatat berbagai mimpi
dengan pena di buku harian. Tentu saja dibutuhkan introspeksi mendalam untuk
memikirkan legacy seperti apa yang ingin kita miliki, tapi di saat yang bersamaan
juga dibutuhkan banyak percakapan, menemukan fakta dan secara sistematis
menguji asumsi yang kita miliki tentang apa yang akan membuat kita bekerja
dengan maksud dan tujuan yang lebih mendalam.

Memahami legacy biasanya bermula dari kesulitan untuk menemukan jawaban
tentang apa yang berarti bagi kita. Ia akan membawa kita pada sebuah siklus
pencarian diri dan pembentukan diri yang tak kunjung berhenti. Tapi percayalah, kita
bisa mencapai kejernihan yang akan membawa pada peluang-peluang yang lebih
berisi yang akan memberi pandangan lain tentang kerja yang berarti.

Kedua, kita perlu mencari keunggulan kita dengan meneliti lagi keahlian kita yang
mana yang dinilai baik oleh ranah di mana kita ingin bekerja, keahlian apa yang kita
bisa dan ingin sempurnakan terkait kompetisi yang akan selalu muncul dan
bagaimana kita bisa menyatukan keduanya.

Ketiga, cari kebebasan dengan memperkuat dan menukar nilai keahlian yang kita
miliki sebagai bukti bahwa kita punya kemampuan yang mumpuni untuk melakukan
kerja tersebut dan menyejajarkannya dengan legacy yang ingin kita tinggalkan.
Kebebasan ini juga bisa berarti bekerja lebih sedikit, bekerja dari jauh, bekerja dengan pada pemimpin dan orang-orang berpengaruh, atau bekerja untuk proyek-
proyek dengan kreativitas, otonomi, dan pengaruh yang lebih besar. Kebebasan dan
pengaruh ini akan bisa menjadi hal penting bagi kita untuk terus menemukan dan
memutuskan.

Menemukan kerja yang berarti memang hal yang kompleks dan tak habis-habis
prosesnya. Ia tak melulu seru dan menyenangkan. Karena di dalamnya kita harus
berdamai dengan banyak kekacauan dan masalah tak terelakkan. Dari rekan kerja
yang tak bisa diandalkan, atasan yang menyebalkan, dan kesulitan-kesulitan lain
yang bisa terjadi dalam hidup, cinta dan kerja. Tapi kita tak perlu melakukan
kesalahan dengan berpikir bahwa kita tak dapat mengerjakan pekerjaan kita, atau
bahwa kita tak akan menemui masalah dan kebingungan lain di langkah berikut
yang kita ayunkan, atau bahwa kita akan dapat menghindari konflik yang mungkin
terjadi saat bekerja. Karena nyatanya, kehidupan nyata itu memang tak seseksi
berbagai unggahan kita di media sosial.

Namun apa pun rintangan yang kita temui, semuanya layak dijalani dan diperjuangkan. Mengejar pencapaian dalam kerja adalah juga berarti kita tahu apa
yang menjadi tantangan bagi kita. Juga tahu bahwa sesulit apa pun, hal itu akan menjadi landasan dan jalan bagi langkah ke depan yang layak bagi waktu dan usaha kita. Ia akan jadi nilai-nilai yang akan kita perjuangkan terus tanpa harus
membungkusnya dalam istilah atau pembenaran apa pun seperti passion. Jadi, lebih
baik berhenti mengatakan “ikuti passion” dan mulai saja bekerja.

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024