Self Lifehacks

Bercakap Bersama Handry Satriago: Pemimpin dan Kemenangan

Marissa Anita

@

Jurnalis & Aktris

Handry Satriago

@handrysatriago

Pemimpin Perusahaan Energi

Pandemi menciptakan situasi-situasi baru dalam hidup kita. Pertemuan yang dulu bisa dilakukan tanpa pikir panjang secara tatap muka, kini tidak sesering dulu. Ruang kelas yang dulu penuh siswa, kini kosong, namun berlanjut dalam ruang-ruang virtual. Salah satu situasi baru saya adalah mengikuti kelas bisnis informal yang difasilitasi teman ngobrol, diskusi, dan tertawa Handry Satriago. Suatu hari saya diundang masuk kelas virtual "Learning in the Corona Era" yang dia buat via Zoom seminggu sekali. Waktu itu jujur saya nggak pede karena peserta lain datang dari latar belakang bisnis yang berbeda-beda, sementara ilmu saya mungkin nol di bidang itu. Dengan gaya santainya, ia meyakinkan saya untuk ikut. Dan benar saja, saya merasa beruntung pernah ikut kelas ini. Dari kelas ini, selain belajar tentang bagaimana bisnis berjalan, para peserta juga belajar banyak tentang leadership atau kepemimpinan. Di percakapan kita kali ini, Handry berbagi tentang apa arti menang untuknya, seperti apa pemimpin yang mengikuti jaman, dan apa yang bisa dipelajari dari pemimpin yang jatuh dari tahtanya.

Marissa Anita (M): Hi Bang Handry. General Electric (GE) sekarang fokusnya apa bang? Dulu disebut big iron company (perusahaan besi besar). Sekarang?

Handry Satriago (H): Sekarang kita lebih kecil. Bisnisnya penerbangan, tenaga terbarukan, kesehatan. Ada empat bisnis utama dengan tambahan digital dan aditif sebagai bisnis masa depan yang masih kecil.

M: Sempat dirimu tiap Rabu kau bikin kelas bisnis informal via Zoom namanya Learning in the Corona Era. Kelasnya gratis. Setiap minggu kau kasih para peserta dari berbagai latar belakang bahan bacaan, apakah itu dari Harvard Business Review, INSEAD atau sumber lain.  Kau juga bikin presentasi. Semua peserta diskusi barengUntuk apa segala usaha ini?

H: We have to redefine what is winning, right? (Kita harus mendefinisikan kembali arti menang itu apa, kan?). Secara pribadi gue harus mikir apa yang dimaksud dengan ‘menang’ buat gue di tengah pandemi ini. Salah satunya dengan cara berbagi ilmu, bikin orang-orang bisa belajar bersama, bikin mereka bahagia karena mereka menerima sesuatu.

Kalau kita bisa diskusi maksimal 30 orang dengan pengalaman kerja mininal lima tahun, kita bicara 150 tahun pengalaman kerja (5 tahun x 30 orang). Itu sesuatu. Gile lo, itu kan banyak banget yang bisa dipelajari. Nggak cuma saya fasilitasi, tapi kita juga bisa belajar dari satu sama lain dari diskusi itu.

M: Dalam hidup, aku amati ada orang-orang yang complacent (berpuas diri), sudah punya jabatan tinggi dan sederet prestasi, sehingga nggak lagi merasa perlu memberikan yang terbaik atau meningkatkan diri. Apa pendapatmu tentang itu?

H: Saya bukan tipe yang seperti itu. Karena ketika kita bicara tentang leadership (kepemimpinan), kita bicara proses. Pemimpin yang baik adalah murid dari kepemimpinan. Ini adalah salah satu value (nilai) yang saya jaga untuk menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin apa saja, termasuk pemimpin bagi diri sendiri. Terus belajar. Saya selalu merasa hidup ketika saya belajar.

Pemimpin yang baik adalah murid dari kepemimpinan.

M: Bagaimana nilai ini muncul dalam dirimu?

H: Mungkin pengalaman dari kecil. Gue suka dengan cerita sejak belum bisa baca. Waktu itu belum bisa baca tapi sudah dilangganin majalah Bobo. Saya selalu minta dibacain orang waktu itu. Bapak punya satu aturan, ‘Kamu akan dibacain dengan syarat nanti kamu ceritain [lagi] apa ini ceritanya.’ Dan saya boleh menggunakan semua imajinasi saya untuk itu. Saya boleh mencampur karakter Bona dengan Batman, atau Bona ketemu Malin Kundang.

M: (tersenyum) 

H: Saya punya kebebasan untuk memperluas dan mengeksplor imajinasi saya dalam bercerita. Dari kecil saya sudah punya nilai learning by sharing (belajar melalui berbagi) dan ini yang saya jalankan terus sepanjang hidup.

Ada hal yang saya pelajari dari bapak dan ibu. Bapak itu seperti kitab bumi kalau dalam pelajaran ilmu silat — kuda-kuda, menyerang, kuat, harus berani dan lain-lain. Ibu seperti kitab air —  mengalir, menghantar, memberikan, bahwa kita akan mendapat kekuatan ketika kita membiarkan orang lain meraih apa yang mereka ingin raih. Kombinasi ini ditanamkan dalam diri saya dalam waktu yang lama. Mereka juga terus mengajari dalam keseharian mereka.

M: Seperti apa kesehariannya?

H: Ketika saya mulai duduk di kursi roda, ibu tidak pernah menunjukkan kesedihan di depan saya. Dia yang memberi kekuatan. Dia bilang, ‘Let it flow’ (biarkan ini mengalir). Kalau kamu sedih, biarkan dirimu merasa sedih. Kalau kamu ingin marah, boleh marah. Tapi jangan pernah berhenti. Ibu di sini. Ibu menemanimu. Jangan pernah berhenti berusaha menggapai mimpimu.’ Itu yang dia tunjukkan. Prinsip hidup dia, mencintai adalah memberi. 

Kalau Bapak terus menyemangati untuk tetap kuat. Meski dia sedih tapi dia yang mengarahkan saya untuk kuliah. Kalau mau pergi nonton konser, diperbolehkan. Saya bisa membayangkan sekarang karena sudah punya anak, betapa khawatirnya melepas anak berkursi roda ke keramaian, nonton konser ramai-ramai. Itu sesuatu yang gue pun belum tentu berani untuk lakukan [ke anak-anak gue]. Saya anak tunggal pula. Saya pikir saya bakal sangat dilindungi atau dikungkung. Dan belum ada handphone zaman itu. Tapi bapak membiarkan saya pergi ke konser untuk membangun rasa percaya diri dalam diri. He gave me the self-fulfilling prophecy.

M: Orang tuamu cukup progresif ya Bang . . . Seperti apa latar belakang orang tua?

H: Nggak tahu juga. Mereka bukan orang terpelajar. Saya menerima kebebasan untuk tanya apa pun. Itu yang saya ingat dari masa kecil. Saya boleh tanya, ‘Ngapain sih Tuhan ciptain manusia disuruh sholat, disuruh gini, disuruh gitu. Kalau mau ciptain, ciptain aja lagi, nggak harus pakai ina-itu.’

M: Ha ha ha.

H: Jadi saya boleh tanya apa saja. Apakah mereka tahu jawabannya atau tidak, apakah jawabannya memuaskan saya atau tidak, itu lain soal. Itulah luxury (kemewahan) yang saya terima.

Saya terlahir dengan buku, komik, diskusi, dan debat. Jadi hal-hal itu tertanam dan menjadi nilai-nilai hidup saya. Ini yang sekarang saya terapkan ke anak-anak saya. Mereka bisa bernegosiasi dan mereka terampil bernegosiasi..

M: Contohnya?

H: Mereka akan tanya, ’Nonton film ini boleh nggak?’ Kalau saya bilang, ‘Nggak, nanti malam aja.’ Mereka bilang, ‘Tapi malam ini aku mau tidur lebih cepat. Jadi aku mau nonton film ini sekarang.’ Mereka juga nggak tidur lebih cepat juga pastinya.

M: Ha ha ha.

H: Tapi saya tagih komitmen mereka, ‘Katanya mau tidur lebih cepat? Ayo, berhenti nonton film sekarang. Ayo kita bercerita, atau baca buku, dan berhenti nonton TV.’

M: Apa yang harus ada dalam keluarga Satriago?

H: Demokrasi, buku, cerita, sejarah, obrolan, itu yang saya implementasikan dalam keluarga. Keragaman. Saya bawa mereka ke museum waktu baru bisa jalan, umur 8 bulan hingga 1 tahun. Saya bawa mereka melihat pameran, mengenalkan mereka dengan seni sedari kecil. Jarang saya ajak ke mall. Padahal mall paling gampang untuk ngangon anak. Saya bawa mereka ke toko buku, mengenalkan budaya dari kecil.

M: Balik lagi ke kepemimpinan. Definisi kepemimpinan menurutmu apa?

H: Itu boleh aja berubah-ubah. Definisi terkini saya adalah interaksi antara pemimpin (leaders) dan pengikut (followers). Itu yang terpenting sekarang, ketemu, diskusi, debat. Bukan lagi hanya bikin laporan. Dan tugas pemimpin lah yang menciptakan ruang interaksi itu dengan pengikutnya (pekerjanya).

M: Bang Handry lihat ini di lanskap kepemimpinan di Indonesia?

H: Not really (nggak juga). Kita masih megang konsep leadership dengan anak buah, ada atasan dan bawahan. Konsep ’you are guilty before you are proven innocent’ (kau sudah bersalah sebelum dibuktikan tak bersalah). Maksudnya diawasi, dikontrol, diliatin, dibikinin jadwal, segala macam. Saya lebih seperti Ricardo Semler.

Mungkin tidak se-ekstrem dia, tapi gue percaya pada ‘people are innocent before they are proven guilty’ (orang tak bersalah sampai terbukti ia bersalah).

Pekerja punya kebebasan untuk mengatur waktu mereka sendiri, jadwal kerja, rencana dan sebagainya. I’m reaching them. Bukan kebalikannya. Bukan lagi leadership konsep lama - “matahari” menyinari semuanya dan semuanya harus ngikut. Saya percaya hubungan one-on-one antara pemimpin dan pekerja terutama dengan direct reports.

M: Kenapa di Indonesia tampaknya leaders masih enggan memberikan kebebasan itu?

H: Karena ada romansa para pemimpin. Ketika dengar kata leadership yang ada di kepala adalah pemimpin. Makanya kursus semuanya tentang pemimpin — gaya memimpin; bagaimana menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik adalah pengikut yang baik. Riset menunjukkan pemimpin yang tidak punya pengikut yang baik cenderung menjadi pemimpin yang buruk.

Pemimpin yang baik adalah pengikut yang baik. Riset menunjukkan pemimpin yang tidak punya pengikut yang baik cenderung menjadi pemimpin yang buruk.

Pengikut yang cuma bilang ‘iya’, yang hanya memberikan berita bagus, yang tidak mau menyatakan realita. Ini adalah pengikut yang membahayakan pemimpinnya.

Kalau seorang pemimpin tidak menjangkau pekerjanya untuk nanya, memberi tantangan, debat pemikiran ke pekerjanya, maka [jadi pemimpin buruk] nggak akan terjadi tuh.

Kita nggak akan pernah tahu kekuasaan sebelum kita berkuasa. Kita nggak tahu betapa enaknya punya kuasa kalau belum punya kuasa.

Kamu dan saya orang-orang bebas. Kita tidak dilayani. Kita nggak merasakan itu. Tapi sekalinya elo berkuasa, jadi pejabat, tas elo dibawain kalau ke bandara, nggak perlu ngantri dan seterusnya, ini menciptakan nilai yang berbahaya kan? Kemudian jadi nggak lagi mau belajar, lupa menghadapi realita, lupa menciptakan ide-ide baru dan lain-lain.

Gue sih dari awal jadi CEO memang nggak mau punya pengawal. Gue punya sopir karena gue nggak nyetir sendiri. Sebetulnya gue bisa nyetir tapi mengkonversi mobil jadi kendaraan disabled (khusus difabel) di Indonesia lebih mahal daripada bayar sopir. Jadi gue bayar sopir aja.

Banyak banget pemimpin yang hancur bukan karena dia pemipin yang buruk tadinya, tapi karena dia punya pengikut yang buruk. Pengikut yang ‘yes man’ (mengiyakan semua), yang cuma ngasih berita baik, tidak memberikan realita, atau ide yang berbeda dari ide pemimpinnya. Ini berbahaya.

Banyak banget pemimpin yang hancur bukan karena dia pemipin yang buruk tadinya, tapi karena dia punya pengikut yang buruk. Pengikut yang ‘yes man’ (mengiyakan semua), yang cuma ngasih berita baik, tidak memberikan realita, atau ide yang berbeda dari ide pemimpinnya.

M: Ada hubungannya dengan feodalisme nggak sih, Bang?

H: Iya lah. Feodalisme itu kan lahir dari The Greatman Theory of Leadership, bahwa leaders itu diturunkan, darahnya beda. Pemimpin yang pengikutnya bagus akan menjadi pemimpin bagus juga.

M: Apa pendapatmu tentang pemimpin yang kalau sudah marah mulutnya bak isi tong sampah?

H: Ya zaman dulu itu kan kebiasaan. Di Amerika Serikat, dulu semua atasan saya menyelipkan kata fuck di hampir setiap kalimat untuk menunjukkan sayalah bos di sini. Saya rasa era itu sudah berlalu. Semakin kita memaki, semakin kita kehilangan hormat dari orang lain.

Saya juga kadang marah, namanya juga manusia. Tapi biasanya ketika saya merasa marahnya sudah kelewatan, besokannya saya datangi orang yang saya marahi. Saya bilang, ‘Hey. Maaf saya kemarin marah. Yang saya inginkan kemarin maksudnya baik. Saya adalah orang akan bilang tidak bagus kalau memang nggak bagus, dan bagus kalau memang bagus, sehingga kamu bisa tahu situasinya. Kalau kamu bikin laporan yang membingungkan saya, ini berarti laporannya nggak bagus. Maaf. Kamu mungkin sudah nggak tidur berhari-hari untuk bikin laporan ini, tapi ini nggak bagus. Peganglah selalu prinsip menjelaskan sesuatu yang kompleks ke anak umur sepuluh tahun. Jika kamu bisa menjelaskan ini dengan bahasa sederhana dan jelas, baru kamu bagus.”

 

 

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024