Self Art & Culture

Kembali Menemukan Cahaya Hidup

Bagaimana caramu untuk berdamai dengan masa lalu?

Tentu jawabannya akan sangat banyak, tapi bagi saya caranya adalah dengan membuat film. Kalau ditanya tentang karir dalam industri film, saya mulai dari sutradara music video. Lulus dari Jurusan Editing, saya juga berkarir sebagai editor film. Sebenarnya medium saya bercerita juga tidak hanya film tetapi juga novel dan banyak proyek inisiasi lainnya. 

Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya karya film pendek saya “Pagi Membunuh Bulan” rampung dibuat. Film ini berangkat dari sebuah keresahan yang sangat personal. Saat itu saya berpikir bahwa satu-satunya kesempatan untuk mengeluarkan kegelisahan yang ada di dalam kepala adalah dengan menceritakannya melalui film.

Film “Pagi Membunuh Bulan” adalah sebuah kisah tentang seorang laki-laki bernama Surya. Tidak seperti namanya, ia tidak bersinar karena beban atau trauma yang dia dapatkan dari pengalaman ditinggal seorang perempuan. Rasa kehilangan yang hampir membuatnya mengakhiri hidupnya sendiri kemudian membuat Surya menemukan jalan untuk kembali pulih. Dalam usahanya, ia kembali bertemu dengan seseorang yang melakukan penyembuhan batin di Jogjakarta.

Film “Pagi Membunuh Bulan” adalah sebuah kisah tentang seorang laki-laki bernama Surya. Tidak seperti namanya, ia tidak bersinar karena beban atau trauma yang dia dapatkan dari pengalaman ditinggal seorang perempuan.

Ini film tentang penyembuhan diri. Berawal dari ingin melupakan hingga akhirnya memaafkan. Judul “Pagi Membunuh Bulan” saya pilih karena rasanya bisa mewakili cerita dengan baik. Dimana tokoh utama harus mengadapi banyak hal dan ketakutan di malam hari, tetapi di pagi hari esoknya ia menyambut hari yang baru. Jadi, ketika pagi datang ia telah membunuh ketakutannya.

Proses pembuatan film ini tidak bisa dibilang mudah, butuh waktu tiga tahun bagi saya untuk menyelesaikan naskah. Ini dimulai sejak konflik yang saya alami di tahun 2019. Waktu itu saya seperti mendapatkan akumulasi pesan dari Tuhan yang belum saya pahami. Hingga saya hanya merasa perasaan itu datang secara misterius. Intinya, saya patah hati.

Di masa-masa itu adalah sebuah lagu yang berperan penting bagi saya, yaitu “Turtle Island” dari Beach House di album mereka “Devotion”. Lagu ini adalah kawan saya di gelap dan sunyinya malam. Pesan dalam lirik lagu ini seolah berbicara pada saya, tentang melepasakan orang yang selalu ada dipikiran. Berbekal pengalaman ini, akhirnya saya mencoba menulis sebuah cerita yang cukup abstrak, tentang seseorang yang berada di tengah-tengan antara kehidupan dan akhirat.

Lalu kemudian, ternyata terjadi pandemi dan akhirnya ide film ini disimpan cukup lama. Saya pun sempat bekerja di proyek lain, saat ikut mengerjakan film pendek seorang teman, di situlah saya seperti melalui sebuah perjalanan spiritual. Dalam waktu singkat saya belajar banyak hal.

Setelahnya saya banyak membaca referensi seperti puisi-puisi Jalaluddin Rumi, Sapardi Djoko Damono, dan salah satu temuan terbaik saya adalah buku Bardo Thodol tentang kepercayaan Tibetan Buddish terhadap kematian. Buku ini bercerita tentang darma dan karma, serta beberapa alam yang harus dilalui dan menemukan cahaya sebelum lahir kembali.

Di tahun 2021 akhirnya saya melanjutkan proses pengerjaan film “Pagi Membunuh Bulan”. Salah seorang teman yang sangat berperan dalam masa ini adalah Eky Rizkani atau yang dikenal juga sebagai Reruntuh. Pertemuan dengan Eky dan musik yang ia buat sangat menyemangati saya untuk menyelesaikan cerita film ini. Maka saya mencoba kembali menghimpun apa yang terjadi pada saya selama tiga tahun ke belakang serta riset tentang hal-hal yang sejalan dengan benang merah cerita film ini.

Inti dari cerita film “Pagi Membunuh Bulan” memang berawal dari pengalaman patah hati saya, tapi cerita film ini tidak hanya tentang itu. Saya juga pernah melakukan riset tentang Wijayakusuma, dari kepercayaan Hindu di Mataram. Sebuah bunga ajaib yang kabarnya bisa mengabulkan permohonan. Ini adalah kisah tentang cinta dan pengorbanan untuk kekuasaan. Berdasarkan riset dari berbagai sumber, pengalaman pribadi, dan imajinasi akhirnya naskah film ini bisa selesai.

Tantangan utama yang saya hadapi selama proses pembuatan film ini adalah menemukan batasan dan titik seimbang sampai mana saya ingin melepaskan cerita personal saya dalam film ini. Saya harus mempertimbangkan proporsi fakta dalam film mengingat tokoh-tokoh penting di sini sedikit banyak mewakili seseorang yang memang ada atau pernah ada dalam hidup saya. Juga untuk memastikan ceritanya tetap ringkas dan jelas.

Setelah film ini selesai dan saya mulai bisa mengambil jarak dari film ini saya juga bisa menjadikan karya ini sebagai refleksi diri. Tentang dualitas, darima dan karma. Bagaimana saya melihat diri saya sendiri di usia 20-an yang penuh dengan luapan energi saat jatuh cinta. Hingga kini saya melihat cinta dengan kepala yang lebih dingin, bahwa mungkin jatuh cinta tidak selalu luar biasa. Ternyata kini saya cukup “skeptis” terhadap apa yang terjadi di hidup saya.

Kini saya melihat cinta dengan kepala yang lebih dingin, bahwa mungkin jatuh cinta tidak selalu luar biasa.

Film “Pagi Membunuh Bulan” sudah tayang untuk pertama kali di Museum MACAN, Jakarta, beberapa waktu lalu. Tapi untuk teman-teman yang ingin menonton, kita juga sedang mengagendakan road show. Penayangan terdekat akan berlangsung di Bandung pada tanggal 7,8, dan 9 Desember 2023. Rangkaian acara di bulan Desember ini dibawakan oleh Kolektif @pada.hari.minggu.

Akan ada penayangan di bioskop pada tanggal 7 Desember, berlokasi di CGV Paskal23. Di tanggal 8 Desember teman-teman bisa merasakan pengalaman yang lebih sensori di Kafe Cap Dangu. Selain penayangan film, akan ada pameran arsip-arsip riset selama proses saya menulis naskah film. Kemudian ditutup pada tanggal 9 Desember di Ruang Putih. Di sini, setelah menonton akan ada diskusi dan juga sesi penyembuhan holistik alternatif melalui meditasi suara.

Saya berharap melalui film “Pagi Membunuh Bulan” teman-teman juga bisa menemukan bagian dari dirimu di sini. Tentang usaha untuk kembali pulih dari rasa kecewa, sakit hati, dan kemudian memaafkannya. Semua info penayang bisa kamu temukan di laman Instagram @pagimembunuhbulan.

Related Articles

Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024
Card image
Self
Melihat Dunia Seni dari Lensa Kamera

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya fotografi menjadi salah satu jalan karir saya hingga hari ini. Di tahun 1997 saya pernah bekerja di majalah Foto Media, sayang sekali sekarang majalah tersebut sudah berhenti terbit. Setelahnya saya juga masih bekerja di bidang fotografi, termasuk bekerja sebagai tukang cuci cetak foto hitam putih. Sampai akhirnya mulai motret sendiri sampai sekarang.

By Davy Linggar
04 May 2024