Self Health & Wellness

Kesadaran Yang Membebaskan

Dragono Halim

@dragonohalim

Pemerhati Budaya

Ilustrasi Oleh: Mutualist Creative

Sejauh ini, baru ada satu istilah bahasa Indonesia yang kerap digunakan untuk mengartikan mindfulness. Yaitu, kesadaran batin. Bagi Anda yang sedang berlatih, atau telah terbiasa melatih diri mengalami kondisi mindfulness, kata ‘kesadaran’ barangkali cukup memadai. Sebab mindfulness merupakan sebuah pengalaman batin yang personal serta unik bagi setiap orang, dan penjabaran menggunakan kata-kata terkesan mengerdilkannya.

Namun, sebagai gambaran dasar, kamus Oxford mendefinisikan mindfulness sebagai berikut:

A mental state achieved by focusing one’s awareness on the present moment, while calmly acknowledging and accepting one’s feelings, thoughts, and bodily sensations, used as a therapeutic technique.

Sadar dalam konteks ini memiliki aspek lebih mendalam. Bukan sekadar (1) lawan dari kondisi tertidur, atau pingsan; (2) tahu dan paham tentang sesuatu yang berasal dari luar diri; (3) mampu berpikir dan mempertimbangkan banyak hal dalam bersikap. 

Menjadi sadar – being mindful, ialah batin yang siuman, batin yang awas terhadap segala stimulus dan sensasi yang muncul baik dari luar maupun dalam tubuh kita sendiri, batin yang terjaga dalam setiap sekon keberadaannya. Karena itu, kesadaran batin selalu berorientasi pada saat ini, pada detik ini. Sebab ibarat benda yang terlampau cair, batin terus berubah. Keadaan batin kita saat ini sudah jauh berbeda dibanding sedetik yang lalu, begitu pula kondisinya sedetik mendatang.

Perubahan dalam batin itu berlangsung sangat cepat. Saking cepatnya, seringkali terjadi dan berlalu tanpa kita ketahui, luput dari kesadaran keseharian. Belum sempat memahami yang barusan terjadi, sudah timbul fenomena berikutnya. Kesadaran kita tak ubahnya seekor bekicot bermata satu di tengah sirkuit balap.

Yang tersisa hanyalah rasa sebagai residu. Selayaknya kapal tak berjangkar, kita pun menjadi sangat mudah diombang-ambingkan perasaan. Sekonyong-konyong menjadi emosional, merasakan kemalasan, merasakan kesenangan, merasakan kesendirian, merasakan dorongan semangat, merasakan kehangatan, merasakan amarah, dan segudang ekspresi lainnya. Menggejolak begitu saja.

Kala itu, kita hanya bisa pasrah, bertindak sesuai gejolak emosional dominan tanpa tahu lebih. “Lho, kok tiba-tiba rasanya pengin marah/menangis/tertawa, ya?”

Inilah mengapa, menjadi sadar – being mindful – artinya benar-benar hadir di saat ini, sepenuh perhatian tahu benar apa yang terjadi di dalam batin dan pikiran, serta mampu menanggapinya dengan terkendali.

Dari sedikit penjelasan di atas, mindfulness sejatinya adalah sesuatu yang sederhana. Tidak rumit, apalagi klenik. Sesederhana menjalani kehidupan sebagaimana mestinya, dan melakoni setiap momen dengan penuh kesadaran. Sehingga bisa beralih dari satu momen ke momen lainnya tanpa membawa “sisa” dari yang sebelumnya.

Mindfulness sejatinya sesederhana menjalani kehidupan sebagaimana mestinya.

Untuk berlatih dan mengalami mindfulness, meditasi memang salah satu metode yang efektif. Dalam bermeditasi pun, seseorang tidak harus memisahkan dirinya dari kehidupan nyata. Tak harus duduk bersila dalam pose teratai, tak perlu pergi ke tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mindfulness adalah sesuatu yang sederhana. Bisa cukup dimulai dengan mengamati aktivitas tubuh yang paling mendasar, tetapi cenderung terabaikan: bernapas.

Mengamati napas. Menyadari adanya aliran udara masuk yang sejuk, disusul kemudian embusan udara keluar yang hangat. Membiarkannya berlangsung secara alamiah. Tidak dipanjang-pendekkan secara sengaja.

Pengamatan napas menuju mindfulness ini dapat dilakukan hampir kapan dan di mana saja. Sesaat setelah bangun, saat mandi, saat menunggu, saat berada di kendaraan umum, saat joging atau berolahraga, saat rehat di kantor, sesaat masa hening setelah beribadah, bahkan sesaat sebelum tidur.

Apabila berjalan baik, pengamatan napas tadi akan mengantarkan Anda ke pengalaman mindfulness yang lebih terperinci. Bukan hanya napas dan segala pergerakan fisik yang menyertainya (kembang-kempisnya perut atau dada, gesekan udara di tepi rongga hidung atau ujung atas bibir, dan seterusnya), perhatian Anda akan terarah kepada spektrum lebih luas. Beberapa hal misalnya, Anda menyadari dan mendengar detak jantung sendiri; Anda menjadi lebih awas terhadap segala sensasi yang muncul di seluruh tubuh secara bergantian maupun sekaligus; Anda mengenali sebuah respons emosi bahkan sebelum membentuk keinginan untuk bertindak.

Aku merasakan sesuatu muncul dari dalam hati, sebuah rasa. Ini apa, ya? … Oh, ternyata ini adalah rasa tidak senang, karena merasa tidak nyaman dengan alas duduk.” Dalam kondisi biasanya, tanpa menyadari kemunculan perasaan tersebut, kita akan langsung terdorong untuk mengeluh dan beranjak mengganti alas duduk yang dimaksud. Sedangkan mindfulness membuat kita menyadari dan memerhatikan rangkaian peristiwanya. Batin kita terkendali.

Apakah pengalaman mindfulness bisa didapatkan secepat dan semudah itu? Mungkin. Setiap orang akan mengalami fase-fase yang berbeda. Silakan dicoba dan alami sendiri dinamikanya. Baru semenit mengamati napas, pikiran kita pasti langsung sibuk ke sana kemari. Menjauhkan kita dari objek perhatian tadi. Bisa berupa ide dan pemikiran, ingatan, lamunan atau khayalan, gejolak perasaan maupun gejala badaniah. Isi kepala terasa riuh sekali, padahal tubuh sedang duduk diam dan mata tengah terpejam.

Ketika itu terjadi dan kita sadar telah dilencengkan oleh pikiran sendiri, saat itulah kita berlatih menghadapi tantangan menuju mindfulness. Setelah terlatih dan terbiasa, ada kalanya kita dapat menyadari kemunculan bibit-bibit pemicu pikiran. Kita pun mampu mengamatinya tanpa terseret ke dalamnya. Termasuk ketidaksukaan dan kegusaran akibat merasa gagal berkonsentrasi dalam meditasi.

Pada waktu kesusahan dalam bermeditasi, teruslah mengamati. Jangan hanyut, uring-uringan, dan malah menyudahi sesi. Karena semua itu adalah respons batin yang justru harus tetap diamati sepenuh kesadaran, sejak muncul hingga berlalu. Sehalus apa pun bentuknya.

Saat ini mindfulness dan bermeditasi telah telanjur dikenal sebagai tren gaya hidup. Terutama oleh mereka yang masih muda, tinggal di kota besar, sedang sibuk-sibuknya bekerja membangun karier.

Tak sedikit dari mereka yang menempatkan mindfulness sejajar dengan ketenangan pikiran. Situasi yang dianggap menyenangkan dan menyamankan. Mereka pun selalu berusaha mencapai keadaan mindfulness dalam beraktivitas setiap hari. Agar tidak senewen, agar bisa mencapai work life balance, agar dijauhkan dari semua perasaan tidak menyenangkan, agar bebas dari segala gangguan. Ini tidak sepenuhnya benar.

Mindfulness melampaui batasan nyaman dan tidak nyaman. Menjadi sadar — being mindful — berarti kemampuan mengubah persepsi. Dari seseorang yang mengalami dan merasakan, menjadi seseorang yang mengalami dan mengamati. Ada jarak yang dimunculkan.

Kita menjadi individu yang observatif, bukan reaktif. Diibaratkan ada sebongkah lumpur yang dilempar ke arah kita. Daripada berusaha menangkapnya — untuk kita lempar balik — dan mengotori tangan sendiri, kita hanya bergeser sedikit dan melihat lumpur tersebut melayang, berlalu dari pandangan.

Yang melemparkan lumpur adalah pikiran kita sendiri; lumpur yang dilempar adalah muatan atau stimulus (ide dan pemikiran, ingatan, lamunan atau khayalan, gejolak perasaan maupun gejala badaniah); sementara tangan adalah respons batin dan gejolak emosi.

Mereka yang terbiasa melatih diri dalam mindfulness pun akan cenderung terlihat lebih tenang. Tidak meledak-ledak, dan menanggapi kerisauan orang lain dengan tepis ringan. Tindakan dan pembawaan mereka seakan-akan mengucapkan: “Ya, kita lihat dulu bagaimana-bagaimananya.” Tak berisik.

Maka dari itu, mindfulness — kesadaran batin, adalah kesadaran yang membebaskan kita dari batin yang ingar bingar. Bukan belenggu perasaan.

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024