Self Health & Wellness

Melatih Diri Mengelola Rasa Cemas

Gwen Winarno

@livingwellwithgwen

Praktisi Kesehatan Holistik

Sebagai holistic coach, tugas saya adalah membantu orang menemukan gaya hidup dan nutrisi apa yang cocok dengan dirinya, yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan mereka. Secara lebih spesifik, saya fokus pada  kesehatan pencernaan, karena pencernaan adalah kunci dari kesehatan kita, baik secara fisik dan juga psikis. Ini adalah sesuatu yang sudah belasan tahun juga saya hadapi. Kemudian setahun  terakhir  ini, saya mulai mendalami topik nervous system atau sistem saraf. Termasuk juga pemahaman akan mengelola  kecemasan dan stress. Pada dasarnya kedua  topik, sistem pencernaan dan nervous system, ini saling berhubungan. 

Kali ini saya akan membahas mengenai kecemasan dan bagaimana melatih diri untuk meregulasinya. Sebelum itu, kita bisa mulai dengan memahami terlebih dahulu apa itu cemas dan depresi dan bagaimana tubuh kita merespon kedua hal ini. Semua rasa atau emosi itu terjadi di sistem saraf. Begitu pula rasa  cemas dan depresi, kedua ini juga terjadi  di  sistem saraf kita. Sistem saraf adalah sebuah sistem yang mengontrol dan mengoordinasi semua aktivitas yang dilakukan oleh tubuh manusia. Tentu bukan hanya stress, cemas, dan depresi, sistem saraf kita juga mengatur beragam emosi lainnya seperti takut, marah, bahagia, dan lain sebagainya.

Selama ini saat membahas istilah stress dan cemas, pada umumnya orang  akan mengasosiasikan hal ini dengan mode emosi yang berlebih, fight or flight. Detak jantung menjadi lebih cepat, tekanan darah naik, dan energi yang meningkat, ini disebut dengan sympathetic state. Lalu antitesis dari mode ini adalah parasympathetic state, atau dikenal juga dengan istilah rest and digest state. Di mode ini kita lebih tenang, proses healing terjadi dalam mode ini. Lalu bagaimana dengan depresi? Ini dijelaskan dalam teori polivagus dimana ada sebuah state yang dinamakan dorsal vagal, yang merupakan cabang dari parasympathetic state.  dimana kita merasa tidak bersemangat dan melambat hingga mungkin merasa kehilangan motivasi.

Jadi, dalam  Teori Polivagal ini, terdapat tiga tahapan yaitu ventral vagal, sympathetic, dan dorsal vagal. Ventral vagal adalah tahapan dimana kita merasa tenang, nyaman, dan bisa berfungsi dengan baik. Sympathetic, adalah saat kita merasa cemas, mudah marah, atau bahkan frustrasi. Dorsal vagal, merupakan tahapan ketika kita merasa lemah, melambat, dan tidak bisa  melakukan apa-apa, yaitu hal-hal yang biasanya dirasakan saat depresi. Ketiga ini akan teraktivasi   tergantung  kepada apa yang memicu reaksi  kita masing-masing, berdasarkan cara kita dibesarkan, trauma masa lalu, intinya pengalaman hidup kita. . 

Sistem saraf yang teregulasi dengan baik memungkinkan kita untuk keluar masuk dari ketiga tahap ini secara berkala atau menggabungkan beberapa diantaranya. Tetapi ketika sistem saraf kita semakin sering berada di sympathetic state atau di dorsal vagal state, ini bisa membuat kita terjebak di satu tahap saja, ini yang dinamakan dysregulated nervous system yang dapat  membuat kita merasa cemas atau depresi berlebih. Hal ini bisa menimbulkan begitu banyak reaksi atau gejala tubuh, seperti ketidakseimbangan hormon, baik pada laki-laki maupun perempuan. Juga masalah pencernaan, bahkan penyakit kronis. 

Pada dasarnya kemampuan kita untuk bisa meregulasi kecemasan itu bisa dilatih. Langkah pertama adalah dengan mengenali diri kapan kita merasa cemas. Setiap orang memiliki pemicu stress dan kecemasan yang berbeda begitu juga dengan respon fisik yang muncul. Saya mungkin akan merasa jantung berdebar, badan berkeringat, dan terasa panas hingga ke kepala ketika disuruh pegang seekor ular. Sementara untuk orang lain yang suka ular, mereka tidak akan merasakan ini. Bagi yang punya masalah pencernaan, mungkin akan merasa cemas kalau sedang travelling jauh, akibatnya justru mulai merasakan gejala seperti sakit perut dan kembung. 

Pada dasarnya kemampuan kita untuk bisa meregulasi kecemasan itu bisa dilatih. Langkah pertama adalah dengan mengenali diri kapan kita merasa cemas. Setiap orang memiliki pemicu stress dan kecemasan yang berbeda begitu juga dengan respon fisik yang muncul.

Saat kita sudah bisa memahami betul apa yang tubuh kita rasakan saat cemas, kemudian mulai telusuri apa yang membuat kita merasakan demikian. Pemicu kecemasan bagi setiap individu akan berbeda tergantung pada pengalaman masa kecil dan juga hidup yang dirasakan hingga sekarang. Coba mulai rasakan reaksi yang diberikan tubuh kita saat cemas atau stress. Perhatikan reaksi tersebut, kamu juga bisa mulai menulis jurnal kalau memang ini bisa membantu.

Lalu, apakah cemas bisa dicegah?  pemicunya sendiri mungkin tidak bisa kita kendalikan  tetapi kita bisa melatih diri untuk memperkuat sistem saraf kita  agar bisa lebih fleksibel. Jadi kita mampu berpindah dari mode dorsal vagal atau sympathetic ke mode ventral vagal dengan mudah dan mampu mentoleransi stress. Ini tentu saja perlu dilatih sehari-harinya karena  tidak akan terjadi dalam sehari. Seperti otot, kemampuan ini perlu dilatih supaya kuat dan fleksibel. Salah satu indikasi bahwa kemampuan regulasi sistem saraf  kita sudah membaik adalah ketika kita menghadapi pemicu stress atau kecemasan yang dulu membuat kita panik misalnya, sudah mampu kita tanggapi dengan lebih santai.

Untuk bisa melatih diri, tentu bertemu dengan bantuan profesional adalah satu hal, tetapi juga ada hal-hal mudah yang bisa kita lakukan sendiri, yaitu:

Bergerak. Cara satu ini sebenarnya bisa kita lihat juga di dunia hewan, saat lepas dari suatu ancaman, mereka akan menggetarkan tubuh mereka untuk meregulasi sistem saraf mereka. Begitu juga dengan kita, manusia, kita butuh menggerakan tubuh agar lebih tenang. Misalnya saat kamu sedang mengantre di depan kasir kemudian ada orang yang menyerobot antrean, kamu bisa coba mengibaskan tanganmu, hal ini juga bisa membantu.

Menggetarkan tubuh, meloncat  atau berdansa adalah salah satu dari beberapa gerakan yang dapat meregulasi sistem saraf kita. Ini juga sebenarnya isu yang dimiliki banyak orang belakangan ini, terlalu banyak duduk dan kurang bergerak yang membuat kita menjadi lebih sering cemas.

Bernapas. Kebanyakan dari kita mungkin hanya bernapas secara otomatis saja. Bernapas yang saya maksud adalah bernapas dengan sadar dan dalam, gunakan diafragma dan perut kita saat bernapas untuk mengurangi rasa cemas. Buat napas kita lebih penuh, dalam dan dihembuskan dengan lebih panjang,

Co-regulation. Terkadang kita juga butuh pihak lain untuk bisa menenangkan kita, dengan cara dipeluk atau berbincang dengan kita. Kalaupun tidak ada orang lain, hewan peliharaan juga bisa sangat membantu. Saya punya dua ekor anjing, dan buat saya mereka sangat amat membantu saya dalam meregulasi cemas. Kalau mungkin belum bisa hadir secara fisik, kita bisa coba telepon teman, itu pun bisa sangat membantu kita. 

Perlu diingat juga bahwa latihan-latihan ini perlu dilakukan secara berkala dan memang butuh disiplin diri yang lebih untuk bisa secara konsisten melatih diri kita. Meski begitu, sebenarnya rasa cemas dan stress bisa jadi tidak perlu kita takuti selama bisa kita regulasi sistem saraf kita kembali dengan baik.

Rasa cemas dan stress bisa jadi tidak perlu kita takuti selama bisa kita regulasi sistem saraf kita kembali dengan baik.

Related Articles

Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024
Card image
Self
Melihat Dunia Seni dari Lensa Kamera

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya fotografi menjadi salah satu jalan karir saya hingga hari ini. Di tahun 1997 saya pernah bekerja di majalah Foto Media, sayang sekali sekarang majalah tersebut sudah berhenti terbit. Setelahnya saya juga masih bekerja di bidang fotografi, termasuk bekerja sebagai tukang cuci cetak foto hitam putih. Sampai akhirnya mulai motret sendiri sampai sekarang.

By Davy Linggar
04 May 2024