Self Lifehacks

Menemukan Makna Rela

Saya adalah orang yang bisa menikmati waktu sendirian karena terkadang saya suka sunyi, meski tidak selalu. Ketika sendiri saya bisa menggunakan hampir seluruh kapasitas kemampuan otak saya. Kalau sedang sendiri, biasanya saya memikirkan beragam hal, misalnya beberapa teori-teori konspirasi di internet, hal-hal yang menurut saya sepertinya tidak mungkin terjadi tapi menyenangkan untuk dibayangkan, memikirkan beberapa masalah saya yang belum selesai, atau juga angan-angan.

Selalu ada hal yang perlu dipikirkan, termasuk segala tantangan atau halangan yang ditemui dalam hidup. Saat bertemu dengan kesulitan, saya cenderung akan berusaha menyelesaikannya sendiri terlebih dulu. Kalau rasanya saya butuh orang lain, terkadang saya juga meminta bantuan yang sesuai dengan kebutuhan. Tapi kalau ternyata bisa diselesaikan sendiri, ya rasanya lebih baik.

Kalau berbicara sebagai seorang musisi, waktu sendiri sebetulnya berpengaruh sekali dalam proses penulisan lagu dan lirik. Sering kali saat berada di tengah keramaian saya malah tidak menemukan cara untuk menggali kembali memori apa yang ingin saya ceritakan. Meski tak jarang, di tengah keramaian pun ada lantunan melodi atau kata yang masuk ke pikiran saya. Tapi pada umumnya, saat ingin merampungkan sebuah lagu biasanya masa ini saya sebut masa inkubasi, dan untuk ini saya butuh waktu sendiri.

Hal yang sama juga berlaku saat saya menulis lagu “Sarwa”. Lagu ini di tulis di kota Jogjakarta pada saat saya sedang bekerja. Itu adalah momen saya menghabiskan waktu sendiri, inilah saat saya mengisi waktu dengan main gitar atau menulis syair. Ternyata yang terjadi kala itu adalah kumpulan momen masa lalu yang kembali hadir dalam ingatan.

Kalau digambarkan dengan analogi, rasanya seperti sedang memilih film yang ingin ditonton. Saya melamun dan mencoba memilih masalah apa yang ingin saya ceritakan kembali melalui musik. Sebuah masalah yang mungkin sempat jadi sorotan dalam hidup saya pada masanya. Dari situ, kini hadirlah lagu “Sarwa”. Jogja adalah alasan utama kenapa lagu ini bisa didengar hari ini.

Selalu ada nuansa yang personal tentang kota Jogjakarta, karena kebetulan kakek saya juga berasal dari sana. Keluarga saya juga berasal dari Jawa Tengah, meski memang bukan Jogjakarta. Entah kenapa Kota Jogjakarta seolah memiliki hawanya tersendiri, saya pun tidak paham kenapa.

Judul “Sarwa” sebenarnya bermakna semua, seluruh, indah, dan cemerlang. Ini saya ambil dari seorang yang saya kenal, artinya pun bagus sekali. Dengan arti seluruh atau semua, dalam konteks lagu ini, sudah selayaknya kita sebagai manusia bisa mengkihlaskan semua yang ada di dalam diri kita. Selesai menulis lagu ini, sebetulnya saya sangat tidak ingin lagu ini dirilis di mana pun. Ini adalah sebuah lagu spesial yang saya buat dari saya untuk saya. Tapi akhirnya setelah beberapa pertimbangan panjang dan pengambilan keputusan yang berat, lama-lama saya ikhlas untuk melepas lagu ini ke publik.

Ikhlas itu bisa juga hadir karena terbiasa. Buat saya makna ikhlas masih sama yaitu telanjang. Menyerahkan segala yang kita punya sebagai manusia. Hal terindah dari keikhlasan, entah ini baik atau tidak, adalah kelegaan yang luar biasa di dalam hati. Menurut saya pribadi merelakan itu adalah sifat wajib manusia, karena pada dasarnya kita hanya sementara.

Menurut saya pribadi merelakan itu adalah sifat wajib manusia, karena pada dasarnya kita hanya sementara.

Dari sebuah lagu yang saya jaga rapat-rapat, hingga akhirnya saya relakan lepas mengudara, saya berharap lagu ini bisa memberikan sesuatu bagi siapapun yang mendengarkan. Lagu ini hadir bagi siapapun yang pernah difitnah, dibicarakan dari belakang, terkadang kalau diingat lagi rasanya ingin marah, tapi kalau kita relakan pasti akan ada hal baik yang datang. Semoga lagu “Sarwa” bisa memberikan sesuatu yang membuat kalian lebih memaknai hidup ke depannya.

Buat teman-teman yang sedang sulit merelakan sesuatu, nggak masalah, merelakan itu tidak boleh dipaksa. Kadang waktu sendiri yang tiba-tiba mengatakan pada kita bahwa ini sudah saatnya kamu merelakan sesuatu. Merelakan harusnya meringankan dirimu. Kalau kalian masih terikat dengan kenangan atau hal menyakitkan, terima dulu saja, pada waktunya nanti pasti selesai. Jadi, jangan khawatir.

Merelakan harusnya meringankan dirimu. Kalau kalian masih terikat dengan kenangan atau hal menyakitkan, terima dulu saja, pada waktunya nanti pasti selesai.

Related Articles

Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024
Card image
Self
Melihat Dunia Seni dari Lensa Kamera

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya fotografi menjadi salah satu jalan karir saya hingga hari ini. Di tahun 1997 saya pernah bekerja di majalah Foto Media, sayang sekali sekarang majalah tersebut sudah berhenti terbit. Setelahnya saya juga masih bekerja di bidang fotografi, termasuk bekerja sebagai tukang cuci cetak foto hitam putih. Sampai akhirnya mulai motret sendiri sampai sekarang.

By Davy Linggar
04 May 2024