“Jangan menelan permen karet. Nanti ususnya lengket, lho.”
“Kalau makan buah, jangan termakan bijinya. Nanti tumbuh di perut, lho.”
“Ayo masuk rumah, sudah mau malam. Nanti diculik Wewe Gombel, lho.”
Bener tidak, sih? Yuk, berpikir kritis.
Ketika dewasa, kita tahu bahwa cerita tadi sebenarnya tidak masuk akal. Tapi tidak jarang pola pikir yang tidak logis ini terbawa hingga dewasa sehingga membuat kita mudah percaya pada hal-hal yang sebenarnya cuma asumsi. Ini bahaya.
Tidak jarang pola pikir yang tidak logis terbawa hingga dewasa sehingga membuat kita mudah percaya pada hal-hal yang sebenarnya cuma asumsi.
Ketika kita tidak punya kemampuan berpikir kritis, kita menjadi orang yang mudah terombang-ambing di tengah banjirnya informasi – kemudian jadi mudah terprovokasi, diadu-domba, atau bahkan kena tipu.
Berpikir kritis adalah: cara berpikir yang jelas, rasional,terbuka dan berdasarkan bukti dan fakta atas apa yang kita baca, dengar, atau lihat (Dictionary.com, n.d. & Center for Innovation in Legal Education).
Dengan kata lain: membuat penilaian yang masuk akal dan dipikirkan dengan seksama.
Kita berpikir kritis ketika: (1) tidak mudah menelan bulat-bulat sebuah pernyataan atau kesimpulan (2) punya sikap mempertanyakan yang sehat terhadap pernyataan dan kesimpulan ini (3) dan, tak kalah penting, punya rasa penasaran dan keinginan mencermati bukti bukti yang ada untuk memahami sebuah pernyataan atau kesimpulan secara menyeluruh (Study.com, n.d.).
Berpikir kritis adalah keterampilan seorang pemimpin. Mau maju? Mulai asah dan biasakan berpikir kritis.