Self Lifehacks

Pikiran Awal Kebahagiaan

Jika kita memikirkan makna kebahagiaan secara sederhana, menjadi bahagia artinya adalah mendapatkan keinginan. Apapun yang diinginkan, tercapai. Tapi kalau kita hanya mendasarkan arti kebahagiaan pada pemahaman itu, bukankah kehidupan antar manusia bisa bergesekan? Jika perspektif bahagia diletakkan pada pemikiran untuk mendapatkan apa yang diinginkan, manusia dapat menyakiti orang lain demi mendapatkan keinginannya tersebut.

Setiap manusia, memiliki cobaannya masing-masing. Rasanya, tidak ada satupun cobaan yang mudah. Bahkan ada orang-orang yang dicobai dengan keinginan untuk melenyapkan orang lainnya. Jadi kalau kebahagiaannya berdasar pada keinginan tersebut, apakah melenyapkan orang lain menjadi sesuatu yang benar? Seperti juga di zaman perang dahulu. Seseorang ingin menguasai lahan orang lain atas nama kepuasaan yang merujuk pada kebahagiaannya. Akhirnya, ia melakukan cara untuk mencapai kebahagiaan itu. Sekalipun harus memulai perang. 

Coba jika kita bisa memikirkan kembali makna kebahagiaan adalah keikhlasan, menerima apa yang sudah digariskan oleh Tuhan, kita bisa menikmati segala pedih dan senang yang kita punya. Tanpa perlu memaksakan kehendak, mengendalikan situasi di luar kuasa kita, hingga menyakiti orang lain atau bahkan diri sendiri. Saya pernah menyaksikan sebuah film dokumenter yang mengisahkan tentang orang paling bahagia di dunia. Ia adalah seorang pengemudi rickshaw yang berasal dari India. ia memiliki 12 anak dengan situasi ekonomi yang rendah. Bagi kebanyakan orang, mungkin akan berpikir hidupnya menyedihkan dengan kondisi tersebut. Tapi ternyata, setelah diteliti dengan pendekatan psikologi, ia adalah orang yang sangat bahagia dengan hidupnya. Itu semua karena ia menerima hidup apa adanya, menikmati kesehariannya, sekalipun harus tidur di tempat yang tidak layak dan berada di bawah garis kemiskinan. Setelah menelisik lebih dalam, saya pun meyakini bahwa kunci mencapai kebahagiaan adalah keikhlasan. 

Kunci mencapai kebahagiaan adalah keikhlasan. 

Saya juga percaya bahwa kita terbentuk dari apa yang dipikirkan. PIkiran dapat menjadi sebuah afirmasi, energi dalam kehidupan. Saat kita memikirkan hal-hal baik, menyerahkan segala sesuatu pada Sang Pencipta, bergantung hanya pada-Nya, pasti ada jalan-jalan untuk memerangi hal-hal negatif di sekitar. Ini bisa terjadi karena kita percaya ada yang menolong dan membimbing untuk keluar dari kemelut kehidupan. Pada awal pandemi, ayah saya sekarat karena kanker. Saya harus berada di ICU menemani beliau meskipun di sana sedang banyak pasien Covid-19. Bahkan saya sempat duduk bersebelahan dengan salah satunya. Hanya saja di saat yang sama, saya tidak bisa meninggalkan ayah. Saya hanya bisa pasrah dan berdoa pada Tuhan, meminta perlindungan. Entah bagaimana, saya bersyukur setiap kali tes, tidak pernah positif. 

Saat kita memikirkan hal-hal baik, menyerahkan segala sesuatu pada Sang Pencipta, bergantung hanya pada-Nya, pasti ada jalan-jalan untuk memerangi hal-hal negatif di sekitar.

Kejadian yang serupa juga saya alami saat berada dalam tantangan ekonomi karena pandemi. Pekerjaan saya di industri musik tidak memungkinkan saya dan tim untuk menggelar pertunjukkan apapun di publik. Situasi tersebut tentu saja sangat menantang bagi saya. Lagi-lagi, saya hanya bisa ikhlas dan menyerahkan pada Tuhan. Seperti magis, beberapa hari kemudian ada saja pekerjaan yang ditawarkan pada saya. Intinya adalah kita pasti harus tetap berusaha untuk melewati segala rintangan kehidupan. Tapi ada saat-saat di mana kita tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi yang tidak bisa dikendalikan. Oleh sebab itu, kita hanya bisa ikhlas dan percaya akan ada Tuhan yang membantu menyelesaikan tantangan ini.

Berkata begini, tentu bukan berarti saya sudah sepenuhnya menjadi seseorang yang ikhlas, menerima apa yang terjadi pada hidup. Saya masih memiliki rasa kecewa ketika keinginan tidak tercapai. Pada dasarnya, manusia memiliki insting untuk bertahan hidup sehingga memungkinkannya untuk berbuat apapun demi mencapai apa yang diinginkan. Tidak jarang, pikiran negatif melingkupi dirinya untuk mencapai keinginan tersebut. Sejatinya, kita manusia selalu punya dua pilihan saat dihadapkan dengan sebuah masalah atau rintangan kehidupan. Pertama, untuk menjadi seseorang yang mengikuti insting manusia, menuruti ego dan melakukan segala segala cara demi memenuhi kepuasannya. Kedua, memilih untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan mencoba untuk ikhlas dan menerima keadaan. Semua kembali pada mau atau tidaknya kita mengizinkan diri kembali kepada pemikiran positif. 

Seandainya saya mengizinkan insting manusiawi yang mengendalikan pikiran, membiarkan hal negatif menaungi pikiran, mungkin saya sudah mengalami depresi.  Oleh sebab itu, saya berupaya sebisa mungkin untuk mengizinkan diri kembali pada pemikiran positif. Saya sudah sampai sejauh ini. Sudah berupaya untuk melakukan yang baik, kenapa harus memilih sesuatu yang tidak baik? Sebisa mungkin, apapun yang terjadi, saya berusaha untuk menerima dengan ikhlas apa yang terjadi. Maka seiring berjalannya waktu, kemampuan saya untuk menerima keadaan akan terus berkembang. Walaupun sebenarnya belajar menerima tidak pernah akan ada kata usai hingga akhir hayat.

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024