Self Art & Culture

Suara dan Mimpi Baru dari Timur

Sejauh ini sepertinya tidak banyak film yang menceritakan realita kehidupan di Papua yang lahir dari sudut pandang seseorang yang memang lahir dan tumbuh besar di sana. Hal ini pula yang lantas menghadirkan inisiasi sayembara untuk mencari sutradara dan insan film berbakat yang lahir dan besar di Papua. Diawali pada tahun 2019 lalu, akhirnya salah satu cerita yang terpilih dari 128 cerita yang masuk adalah cerita dari Film Orpa karya Theogracia Rumansara. 

Berkisah mengenai seorang anak perempuan yang tinggal di pedalaman Papua, bernama Orpa. Dirinya adalah seorang anak berbakat, namun lantaran adat istiadat yang berlaku, anak perempuan yang sudah terlihat lekuk tubuhnya, sekitar usia 12 hingga 13 tahun sudah biasa untuk dinikahkan diusia yang sangat belia. Menolak keputusan tersebut, Orpa bertengkar dengan ayahnya dan lari dari kampungnya ke Wamena. 

Cerita ini sendiri sebenarnya terinpirasi dari kejadian yang sebenarnya terbilang umum, khususnya di daerah pegunungan Papua. Berdasarkan percakapan yang terjadi dengan seorang anak perempuan yang tinggal di sebelah kamar kos, ternyata dirinya masih berusia 16 tahun dan harus tinggal di kamar kos karena menjadi istri ketiga dari seorang pengusaha. Bukannya tidak pernah terpikir untuk mengakhiri hubungan, tapi ia mengatakan bahwa suaminya mengirimi uang pada keluarga dirinya di kampung sehingga secara tidak langsung hubungan pernikahan yang ia jalani di usia belia ini juga bertujuan untuk menghidupi keluarganya. Akhirnya cerita ini pun menginspirasi film Orpa yang kami buat.

Orpa sendiri adalah sebuah nama yang sangat umum di Papua. Sekaligus juga bahasa gaul untuk menyebut orang Papua. Secara tidak langsung film ini berusaha menggambarkan kisah perjuangan orang Papua khususnya para perempuan untuk memperjuangkan mimpinya untuk kehidupan yang lebih baik. Ada bagian yang juga menceritakan tentang perjalanan kami dari Papua dalam meraih mimpi.

Sebagai film fiksi panjang pertama yang disutradarai oleh orang asli keturunan Papua, ini adalah cara baru untuk melihat Papua. Baik kehidupan dan juga masyarakat yang ada di dalamnya. Kesempatan berpartisipasi dalam Jogja-NETPAC Asia Film Festival (JAFF), juga menjadi kesempatan yang kami syukuri ditambah dengan apresiasi penghargaan Best Performance yang diberikan pada film Orpa. Film ini membawa kita lebih dekat dengan kehidupan yang dijalani oleh teman-teman di Papua. 

Jika melihat kembali selama 10 tahun terakhir juga Papua telah mengalami perkembangan yang positif. Mulai banyak pihak dan teman-teman yang bergerak untuk membantu pendidikan di sana, ada pula beberapa yayasan anak-anak muda yang menyumbangkan buku untuk anak-anak Papua. Meski memang pada kenyataannya masih banyak ketertinggalan yang kita alami, tetapi kami tetap mensyukuri apa yang sudah ada sekarang. Semoga tahun-tahun selanjunya perkembangannya akan semakin baik.

Setelah ikut serta dalam JAFF 2022, film Orpa sendiri mengalami beberapa perubahan strategi. Pada tanggal 17 Desember 2022 kemarin, kamu juga mengadakan Film Orpa Papuan Premier, meski memang belum tayang di bioskop. Rencananya di awal tahun depan kami akan merilis film Orpa di bioskop dari timur ke barat Indonesia. 

Melalui film ini saya berharap orang-orang tidak lagi memandang sebelah mata teman-teman Papua. Karena bisa kita lihat bahwa sumber daya manusia terutama di dunia kreatif Papua juga sebenarnya punya potensi yang sama besarnya dengan kota-kota besar lain di Indonesia. Semoga film ini juga menjadi pemicu bagi lahirnya sineas-sineas lain dari Tanah Papua. Saya berharap anak-anak di Papua bisa menemukan jalan menuju mimpi-mimpi baru dan punya pilihan lain disamping pegawai negeri atau pemain bola. Terutama bagi anak-anak perempuan saya berharap mereka juga bisa menyuarakan apa yang ada dipikiran dan hatinya melalui karya seni yang lahir dari Papua.

Saya berharap anak-anak di Papua bisa menemukan jalan menuju mimpi-mimpi baru dan punya pilihan lain disamping pegawai negeri atau pemain bola. Terutama bagi anak-anak perempuan saya berharap mereka juga bisa menyuarakan apa yang ada dipikiran dan hatinya melalui karya seni yang lahir dari Papua.

Related Articles

Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024
Card image
Self
Melihat Dunia Seni dari Lensa Kamera

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya fotografi menjadi salah satu jalan karir saya hingga hari ini. Di tahun 1997 saya pernah bekerja di majalah Foto Media, sayang sekali sekarang majalah tersebut sudah berhenti terbit. Setelahnya saya juga masih bekerja di bidang fotografi, termasuk bekerja sebagai tukang cuci cetak foto hitam putih. Sampai akhirnya mulai motret sendiri sampai sekarang.

By Davy Linggar
04 May 2024