Self Lifehacks

Tenang Berproses

Banyak orang yang melihat sosok Sivia Azizah adalah sebagai seseorang yang selalu percaya diri. Bisa tampil di depan umum tanpa ragu, dan malu. Banyak orang di luar sana yang mungkin hanya melihat diriku di situasi saat sedang senang saja. Apalagi di zaman media sosial yang seringnya didominasi dengan hal-hal yang menampilkan kebahagiaan saja. Padahal, sedikit mereka tahu bahwa aku sama saja dengan mereka yang seusia. Aku juga manusia yang takut gagal. Manusia yang terkadang membandingkan diri dengan orang lain, mempertanyakan apakah orang akan suka atau tidak dengan karyaku. Seorang manusia yang juga sering tidak percaya diri di waktu tertentu. Perasaan tidak aman atau insecurity dan seringnya berpikir terlalu jauh (overthinking) adalah sumber-sumber ketidakpercayaan diriku. 

Aku juga manusia yang takut gagal. Manusia yang terkadang membandingkan diri dengan orang lain, mempertanyakan apakah orang akan suka atau tidak dengan karyaku.

Akan tetapi, aku juga seseorang yang selalu ingin untuk bangkit lagi. Misalnya, di saat aku tidak percaya diri dengan karya, aku kembali memikirkan bahwa bermusik adalah sesuatu yang aku suka. Karena aku suka dan paham dengan apa yang sedang dijalani maka seiring waktu aku belajar untuk menghargai kemampuan diri. Karena ingin terus berada di industri ini, aku pun mencari cara untuk membuatku kembali percaya diri. Melatih kemampuan bermusik dan menggali terus apa yang harus diketahui. Semakin aku berupaya mempertebal pengetahuan dan kemampuan, lambat laun aku bisa menambah keyakinan atas karya yang dibuat. 

Selain itu, bersikap “bodo amat” juga sering membantuku dalam meningkatkan kepercayaan diri. Sikap ini tentunya bukan berarti aku tidak peduli dan akhirnya melakukan apapun sesuka hati. Sikap “bodo amat” ini maksudnya adalah untuk tidak mencoba mengendalikan faktor eksternal yang tidak bisa aku kendalikan. Seperti contohnya komentar negatif orang lain atau masukan yang tidak membangun. Sikap ini membantuku untuk menelisik ke dalam diri dan hanya berusaha untuk mengendalikan diri.

Aku yakin teman-teman seusia, termasuk aku sendiri, memiliki masalah yang berbeda-beda. Tapi satu masalah yang menjadi payung besar semua masalah yang dihadapi adalah takut gagal. Banyak dari kami yang bingung harus berbuat apa lagi, merasa apa yang dilakukan belum cukup, tapi di sisi lain ingin menikmati keseimbangan hidup. Akhirnya, inilah yang sering membuat kami berada dalam kegalauan. Mungkin ini adalah bagian dari menjadi dewasa. Sebenarnya, tingkat kedewasaan tiap orang memang berbeda-beda. Setiap orang juga punya waktunya sendiri untuk matang. Namun, aku mengamati bahwa aku dan mereka yang seusia sering sekali ingin cepat-cepat dewasa dan mencoba untuk mengendalikan beragam hal. Seolah ingin mempercepat proses tapi yang kerap kali terjadi adalah kami justru melompati proses karena ingin cepat-cepat melihat ujungnya. 

Jujur, hingga saat ini aku takut sekali disebut orang dewasa muda (young adult). Aku sering berpikir, “Wah tanggung jawab semakin besar, nih.” Tapi kenyataannya, aku memang sedang beranjak menjadi orang dewasa. Kalau bisa dilihat ke belakang, dulu aku orang yang lebih tidak peduli, sering abai, dan ternyata dampaknya tidak membuat hidupku lebih nyaman. Semakin beranjak usia, aku mulai belajar untuk lebih toleran dengan orang-orang sekitar. Aku menyadari betapa pentingnya toleransi untuk kita manusia yang merupakan makhluk sosial. Menjadi toleran dan peka terhadap orang lain atau situasi ternyata memengaruhi karyaku. Saat menciptakan karya, aku butuh merasa sebab rasa itulah yang dapat menyampaikan karya lebih baik. Kita sebagai manusia harus memiliki rasa toleran dan peka itu agar juga dapat meningkatkan empati pada orang lain. Kalau dalam kasusku, meningkatkan empati pada para pendengar yang mungkin memiliki rasa yang sama. Menjadi pribadi yang lebih peka, menurutku juga bisa menjadi indikator pendewasaan diri. Pada dasarnya, menjadi dewasa artinya menjadi individu yang berkembang. Bagaimana kita bisa berkembang kalau kita tidak peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar?

Menjadi pribadi yang lebih peka, menurutku juga bisa menjadi indikator pendewasaan diri.

Dari segala refleksi tersebut, aku pun berusaha menyampaikannya dalam lagu “Serene”. Aku ingin menceritakan bahwa setelah gelap pasti ada terang. Setelah melewati momen yang “gelap”, sulit, pasti akan ada momen yang mudah dan terang. Dalam lagu ini, aku ingin membagikan pesan akan rasa tenang yang direpresentasikan oleh perasaan tenang sehabis hujan. Secara tidak langsung, ini sekaligus untuk menyampaikan bahwa kita yang selalu merasa ingin cepat-cepat sampai akhir, butuh rasa tenang untuk bisa melewati prosesnya. Tidak apa-apa prosesnya lambat, yang terpenting kita tahu apa yang dijalani ketimbang semuanya buru-buru tapi justru buat pusing sendiri. Niscaya, dengan adanya ketenangan itu kita bisa lebih memahami rasa cukup dan membuat segala proses yang sedang dilalui jadi menyenangkan. Sekalipun dalam prosesnya banyak kesulitan dan kesedihan.

Tidak apa-apa prosesnya lambat, yang terpenting kita tahu apa yang dijalani ketimbang semuanya buru-buru tapi justru buat pusing sendiri.

Related Articles

Card image
Self
Kesediaan Membuka Pintu Baru Melalui Musik

Bagiku, membahagiakan sekali melihat saat ini sudah banyak musisi yang bisa lebih bebas mengekspresikan dirinya melalui berbagai genre musik tanpa ketakutan tidak memiliki ruang dari pendengar Indonesia.

By Mea Shahira
23 March 2024
Card image
Self
Berproses Menjadi Dewasa

Ada yang mengatakan usia hanyalah angka. Sebagian memahami hal ini dengan semangat untuk tetap muda, menjaga api dalam diri untuk terus menjalani hari dengan penuh harapan.

By Greatmind
23 March 2024
Card image
Self
Kala Si Canggung Jatuh Hati

Bagiku, rasa canggung saat bertemu seseorang yang menarik perhatian kita adalah hal yang menjadikan kencan pertama istimewa. Menurut aku, saat baru pertama kali bertemu dan berkenalan kita memang masih harus malu-malu, momen canggung ini yang nantinya bisa menjadi berharga setelah beriringnya waktu.

By Dillan Zamaita
23 March 2024