Self Lifehacks

Yang Pergi dan Tak Terlupakan

Beberapa tahun belakangan ini, banyak teman-teman saya meninggal karena berbagai penyakit. Mereka biasanya meninggal dengan mendadak, sehingga kita di grup Whatsapp sampai terkaget-kaget. Usia mereka juga masih tergolong muda. Selama pandemi Covid-19 ini, berita kehilangan sahabat, teman dekat, keluarga juga sering kita dengar. Saya baru saja kehilangan teman cukup dekat. Tiba-tiba, dan mengagetkan juga. Saya sempat meneteskan air mata karena mengingat percakapan dengan sang mendiang beberapa waktu yang lalu.

Bagi kita kepergian orang yang dekat apalagi kita sayangi memang membawa derita dan luka mendalam. Apalagi orang tersebut begitu baik atau berjasa. Kenangan tentang mereka terkadang begitu indah tiada bercela. Tidak jarang proses berduka dialami dalam jangka waktu yang tidak singkat. Saat ini bukan hanya sedih yang kita rasakan, tapi juga kecemasan. Bahkan, banyak  orang mempertanyakan esensi kehidupan. Banyak teman atau rekan kita yang menjadi cemas karena banyak orang di sekitarnya meninggal dunia. Cemas karena keadaan tidak menentu. Seorang teman sempat menghubungi saya dan menyatakan khawatir karena saat ini kematian begitu  dekat dengan kita. Malah ada yang mempertanyakan, kalau kematian begitu dekat, apa saja yang sudah kita lakukan selama ini; apakah hidupnya sudah berarti.

Pada dasarnya kematian pasti akan dialami setiap orang. Kematian menjadi momok yang menakutkan karena kerap datang tidak terduga. Misteri akan ke manakah kita setelah meninggal atau akan seperti apa keadaan kita, juga tidak pernah bisa dijelaskan. Sebagai orang beragama, saya hanya percaya saja apa yang tertulis di kitab suci agama saya.  Percaya saja dengan apa yang saya ketahui sejak kecil. Just faith, karena memang sulit dijelaskan.  Di saat pandemi seperti ini, kita jelas merasakan banyak kematian di sekitar kita. Apa yang bisa kita lakukan? 

Bagi saya, manusia hidup untuk berjuang. Sejak kecil kita berjuang untuk bisa keluar dari rahim ibu kita, sampai berjuang untuk berjalan, berjuang untuk belajar, berjuang untuk lulus, bekerja, dan seterusnya. Hidup menjadi bermakna karena adanya episode up and down. There’s something to tell about and something to use for reflection.  Termasuk ketika masa pandemi ini. Kita berjuang untuk bisa beradaptasi dengan keadaan, berjuang untuk bertahan. Saya kurang setuju dengan orang-orang yang menjustifikasi bahwa kematian saat pandemi adalah hal yang biasa, karena pada akhirnya manusia akan mati juga. Pernyataan tersebut memang tidak salah, karena kita tidak tahu kapan maut akan menjemput, namun pada dasarnya kita harus berjuang juga menjaga kesehatan dan keselamatan kita, orang yang kita sayangi, bahkan masyarakat. Dengan situasi seperti ini, ada baiknya kita lebih hati-hai, mengikuti protokol kesehatan dengan baik, menjaga kesehatan extra, menjaga asupan gizi, bahkan ikut divaksin. Bukan artinya kita cuek saja karena toh akan tertular juga pada waktunya. Memang, kalau akhirnya sudah jaga-jaga dan masih terkena penyakit tertentu, yah mau bagaimana.  Pada akhirnya kita terima dan jalani, berusaha sembuh atau akhirnya harus pasrah.  Kalau sudah demikian kita menyadari bahwa kuasa manusia memang terbatas. Perjuangan manusia ada batasnya. Ada yang lebih berkuasa dari kita.

Hidup menjadi bermakna karena adanya episode up and down.

Kenyataan ini tidak membuat saya makin cemas atau malah terlarut dalam kesedihan. Kondisi ini malah mengingatkan saya untuk “live life to the fullest”. Menjalani hidup sepenuhnya, bukan hidup sampai tua atau baru melakukan sesuatu, bahkan menyesal saat kematian mendekat.  Ada baiknya kita isi hidup kita dengan melakukan hal yang bermakna, berjuang untuk membuat kehidupan lebih indah, berbuat baik tanpa ditunda-tunda  dan ketika kita dipanggil olehNya kita menjadi yang tak terlupakan. Hanya itu yang bisa kita lakukan. 

Menjalani hidup sepenuhnya, bukan hidup sampai tua atau baru melakukan sesuatu, bahkan menyesal saat kematian mendekat.  

 

*Tulisan ini didedikasikan untuk para petugas medis, orang tua, para pekerja dan semua yang berjuang selama pandemi ini dan membuat hidup orang lain menjadi lebih baik.

Related Articles

Card image
Self
Kebahagiaan yang Tidak Sehat, Sehat, dan Dhyana

Definisi kebahagiaan dan cara mencapainya telah menjadi subjek perdebatan panjang sejak zaman kuno oleh berbagai filsuf seperti Plato, Socrates, Aristoteles, hingga para pemikir modern seperti David Hume, Nietzsche, dan konsep populer seperti Ikigai di Jepang serta indeks kebahagiaan nasional dari PBB.

By Agus Santoso
17 March 2024
Card image
Self
Kembali Menemukan Diri Sendiri

Pagi berganti malam, hari berganti minggu, bulan berganti tahun, hingga akhirnya kita sampai kembali di momen bulan Ramadan. Selain tentu saja menjadi momen yang tepat untuk kembali mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Ramadan ini adalah waktu yang tepat untuk merekatkan kembali hubungan yang sebelumnya sempat menjauh karena segala kesibukan.

By Greatmind
17 March 2024
Card image
Self
Seni Mengkurasi Hidup

Mengatur hidup dengan cermat bukanlah soal membatasi diri, tetapi lebih kepada memilih dengan bijak apa yang ingin kita pamerkan dalam galeri kehidupan kita. Sama halnya dengan seorang kurator seni yang memilih karya-karya terbaik untuk dipamerkan, kita juga perlu memilih dengan bijak dalam memilih prioritas dan menyesuaikan komitmen kita sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan hidup yang kita inginkan.

By Gupta Sitorus
17 March 2024