Self Lifehacks

Live Optimally: The Power of Kepepet

Saat membaca artikel ini, mungkin seharusnya kamu sedang bekerja atau belajar, namun kamu lebih memilih untuk membaca artikel ini. Don’t worry, I am not blaming you for this. Pikiran kita terkadang terlalu pintar hingga bisa menjebak diri kita sendiri. Dengan mengonsumsi konten yang sifatnya edukatif, otak kita dapat tertipu seakan-akan kita sedang melakukan hal yang produktif. Walaupun memang benar, namun kemungkinan besar kita sedang produktif menuju arah yang salah, karena kita mengabaikan tugas yang seharusnya kita kerjakan.

Apabila kamu pernah mengalami hal barusan atau mungkin sedang mengalaminya sekarang, berarti kamu sedang mengalami yang namanya procrastination atau penundaan. Kalau kamu berpikir bahwa procrastination adalah hal yang buruk, mungkin kamu benar dan salah dalam waktu yang bersamaan. Coba tebak sifat sama apa yang dimiliki oleh banyak dari kita dan tokoh-tokoh hebat seperti Leonardo da Vinci sang pelukis Mona Lisa, Mariah Carey yang lagunya pasti akan selalu diputar ketika hari Natal sudah dekat, Margaret Atwood seorang penyair yang karyanya berhasil menggerakkan banyak orang, dan masih banyak lainnya. Betul, kita semua sama-sama adalah seorang procrastinator.

Alasan kita untuk menunda-nunda cukup banyak dan kompleks, namun berdasarkan pengalaman pribadi dan buku-buku tentang pengembangan diri, beberapa alasan mengenai kenapa kita cenderung suka untuk menunda-nunda adalah:

1. Task Aversion

Adalah kecenderungan kita untuk menghindar dari melakukan sesuatu karena terlalu sulit atau mudah yang membuat hal tersebut tidak nyaman atau menarik untuk kita lakukan. Bayangkan kita harus mengerjakan laporan skripsi hanya dalam 3 hari, mungkin bisa kita lakukan, namun akan sangat sulit, maka akan kita hindari. Atau coba bayangkan kita yang saat ini sudah lulus sekolah atau kuliah, namun harus menjawab soal-soal matematika dasar, seperti 1 + 1 sama dengan berapa, dan ratusan soal lainnya yang serupa, maka akan kita hindari juga karena terlalu mudah dan membosankan.

2. Perfectionism

Menjadi seseorang yang perfeksionis merupakan sifat yang dapat membantu kita untuk memberikan yang terbaik dalam sebagian besar aspek hidup, namun akan membuat kita menjadi orang yang cenderung suka untuk menunda-nunda. Apabila kita menunggu kesempurnaan dalam segala hal yang kita kerjakan, maka kita tidak akan pernah puas dan menyelesaikan pekerjaan kita. Maka lebih baik selesai daripada sempurna. Perfectionism should be a journey, not a destination.

Apabila kita menunggu kesempurnaan dalam segala hal yang kita kerjakan, maka kita tidak akan pernah puas dan menyelesaikan pekerjaan kita. Maka lebih baik selesai daripada sempurna. Perfectionism should be a journey, not a destination.

3. Fear of Failure

Kalau alasan yang satu ini rasanya cukup self-explanatory, ketakutan kita adalah hal yang sering menghambat kita dari berprogres. Namun, seringkali ketakutan justru adalah sinyal bahwa hal yang kita takuti tersebut adalah hal yang baik dan layak untuk kita lakukan.

Lalu, apakah kebiasaan kita untuk menunda-nunda ini adalah hal yang baik atau buruk? Saya berani bilang bahwa kebiasaan menunda-nunda ini adalah hal yang baik apabila kita menggunakannya dengan benar. “The Power of Kepepet”, apakah kamu pernah merasakan ini? Ketika kepepet untuk melakukan suatu hal, rasanya otak berjalan dengan maksimal dan kreativitas kita pun akan meroket. Kita bisa berteman dengan procrastination monster di dalam diri kita dan menggunakan “The Power of Kepepet” ketika kita butuhkan apabila kita bisa mengerti dan menerapkan Parkinson’s Law. 

“The Power of Kepepet”, apakah kamu pernah merasakan ini? Ketika kepepet untuk melakukan suatu hal, rasanya otak berjalan dengan maksimal dan kreativitas kita pun akan meroket.

Parkinson’s Law berkata bahwa “work expands to fill the time available for its completion”, atau waktu yang kita butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan bergantung terhadap berapa banyak waktu yang tersedia.

Bayangkan kalau kita punya waktu 30 hari untuk menyelesaikan sebuah laporan pekerjaan, maka kita akan menyelesaikannya dalam waktu 30 hari. Namun, apabila kita memberikan diri kita hanya 3 hari, maka kita akan menyelesaikan laporan tersebut hanya dalam waktu 3 hari. Kuncinya terletak di jumlah waktu yang tersedia, atau deadline. Pada dasarnya, wujud asli dari “The Power of Kepepet” adalah “The Power of Deadline”. 

Pada dasarnya, wujud asli dari “The Power of Kepepet” adalah “The Power of Deadline”. 

Apabila kita memberikan jangka waktu yang tepat untuk diri kita, maka dengan ajaib kita akan bisa menyelesaikan pekerjaan atau tugas apapun itu dalam jangka waktu tersebut.

Masalah mungkin datang ketika hal yang kita kerjakan tidak punya deadline atau mempunyai deadline namun sangat panjang yang rasanya kita bisa buat lebih optimal. Apabila ini terjadi, cara yang saya gunakan untuk membuat deadline yang efektif adalah dengan memastikan bahwa deadline yang akan ditetapkan mempunyai empat unsur berikut, yaitu urgent, personal, actionable, dan meaningful. 

Sebagai contoh, saya menerapkan empat unsur sebelumnya, ketika saya terpaksa harus menyelesaikan progres untuk laporan skripsi saya beberapa waktu lalu hanya dalam satu malam, yang seharusnya membutuhkan waktu kira-kira satu sampai dua minggu, saya berhasil tetap berhasil melakukannya, walaupun saya akui hal tersebut sangat sulit, dan kalau bisa, jangan sampai terulang lagi. Ini bisa terjadi karena saya tahu bahwa hal ini mendesak (urgent), berarti bagi saya pribadi (personal), dapat saya lakukan (actionable), dan bermakna untuk masa depan saya (meaningful).

“The Power of Kepepet” is real, apabila kita bisa mengontrol kemampuan itu dalam diri kita, maka kita pasti akan bisa hidup lebih produktif. I did it and you can too!

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024