Circle Art & Culture

Perjalanan Menemukan Makna dan Pentingnya Pelestarian Budaya

Lahir dan bertumbuh dalam keluarga yang memeluk erat tradisi dan budaya Bali membuat saya selalu merasa bahwa saya telah menjadi bagian di dalamnya tanpa harus berusaha untuk belajar lebih jauh tentang pentingnya menjaga kelestarian budaya saya. Ternyata saya keliru. Setelah beranjak dewasa dan melihat segala dinamika yang terjadi di sekitar, saya menjadi sadar bahwa apa yang telah ditanamkan oleh keluarga saya sejak kecil bukan sekadar ritual dan rutinitas semata, tapi bagian dari usaha mereka menanamkan nilai dan makna yang perlu dijaga dan dipertahankan.

Setelah beranjak dewasa dan melihat segala dinamika yang terjadi di sekitar, saya menjadi sadar bahwa apa yang telah ditanamkan oleh keluarga saya sejak kecil bukan sekadar ritual dan rutinitas semata, tapi bagian dari usaha mereka menanamkan nilai dan makna yang perlu dijaga dan dipertahankan.

Saya terlahir dalam keluarga Brahmana. Ini berarti bahwa keluarga saya memiliki peran yang sangat signifikan dalam tata budaya dan keagamaan masyarakat Hindu Bali. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas sebagai pemuka agama yang mengajarkan kitab dan filosofi Hindu dan sebagai pemimpin dalam masyarakat yang memastikan tradisi terus berlanjut, itu semua menjadi bagian dari tanggung jawab keluarga saya.

Salah satu keputusan terbaik orang tua saya adalah menyekolahkan saya di sekolah internasional. Saya bertemu dengan teman-teman dan guru dari latar belakang budaya yang beragam. Oleh karena keberagaman itu, saya dihadapkan pada pertanyaan antara bagaimana menjadi diri saya sendiri dengan identitas budaya yang saya miliki dan bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan perbedaan-perbedaan budaya lainnya. Terkadang saya menemukan diri dalam kebingungan tentang bagaimana definisi hidup yang seharusnya karena melihat perpaduan berbagai perspektif di lingkungan yang multikultural tersebut. Misalnya, cara pandang barat dan timur tentang kehidupan tentu saja sangat berbeda. Hal ini kemudian mengajarkan saya akan pentingnya beradaptasi.

Setelah menamatkan sekolah menengah, saya pindah ke Melbourne, Australia untuk melanjutkan pendidikan selama 4 tahun. Awalnya saya berpikir bahwa hidup di kota yang dinobatkan sebagai kota paling layak huni ini akan membuat saya betah. Namun, jauh dari keluarga dan tradisi memunculkan ruang kosong dalam diri saya. Saat itulah saya menyadari bahwa seberapapun jauh saya pergi dan dimanapun saya berada, leluhur, tradisi, dan budaya Bali  akan selalu menjadi bagian dari jati diri saya. Hal tersebut membuat saya selalu mengambil waktu untuk pulang kampung dan sambil belajar saya terus melibatkan diri dalam rutinitas tradisi keluarga saya. 

Seberapapun jauh saya pergi dan dimanapun saya berada, leluhur, tradisi, dan budaya Bali  akan selalu menjadi bagian dari jati diri saya.

Pada saat yang sama, oleh karena berbagai dinamika sosial dan lingkungan yang terjadi di sekitar saya, terutama di Pulau Dewata ini, saya juga menjadi sangat khawatir jika tradisi dan peninggalan leluhur yang saya banggakan ini menjadi tergerus. Hal ini membuat saya berpikir bagaimana saya dapat berkontribusi. Dalam kontemplasi inilah saya kemudian mengenal Nuanu, sebuah kota kreatif seluas 44 hektar di Bali tempat saya bekerja sebagai Director of Brand and Communication saat ini. Saya merasa terkoneksi dengan visi Nuanu yaitu menawarkan edukasi, sumber daya, serta kesempatan di bidang kreatif, seni, budaya, dan desain. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta. Filosofi inilah yang coba dihidupkan Nuanu.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta.

Nuanu mengusung 5 pilar, yaitu pendidikan, seni & budaya, kesehatan & kebugaran, pengalaman, dan alam. Dan berbagai program secara holistik saling terintegrasi di dalamnya. Dalam pilar pendidikan misalnya, kami punya sekolah yang fokus pada pembelajaran pedagogi terpadu untuk menciptakan generasi yang memiliki keingintahuan tinggi sambil menghormati alam dan budaya. Kami juga mendukung anak lokal untuk belajar seni dan budaya serta keterampilan hidup.  Di pilar seni-budaya, kami punya beberapa program, termasuk di antaranya menyediakan ruang dan sumber daya serta dana bagi seniman lokal Indonesia untuk datang belajar, bertukar pengalaman dan mencipta di Nuanu. Ini adalah salah satu contoh dukungan Nuanu terhadap lanskap seni dan budaya Indonesia. Sementara itu, di bidang lingkungan, ekosistem alam selalu menjadi aspek penting dalam keputusan kami di Nuanu. Kami bahkan punya tim yang didedikasikan khusus untuk mempertimbangkan dampak pembangunan terhadap alam sekitar. Kami memastikan setiap pohon yang terdampak harus direlokasi, kami juga punya lahan khusus yang didedikasikan untuk penghijauan kembali. Contoh lainnya, kami juga melakukan pelepasan kembali sekitar 2500 kupu-kupu endemik Bali dan memperoleh angka 21% dalam tingkat bertahan hidup hingga fase metamorfosis. Pertimbangan kondisi ekologis selalu menjadi prioritas karena kami tidak ingin merusak siklus alam yang sudah ada.

Kebetulan adalah hal ajaib yang saya percaya bisa berdampak nyata dalam hidup seseorang. Salah satunya adalah pertemuan saya dengan Wayan Pon dan Evi di  sebuah janji makan siang bersama Ayah. Wayan Pon dan Evi adalah sepasang suami-istri pemilik sanggar di Bali. Wayan Pon, sebenarnya berasal dari New Zealand dan Evi adalah seorang penari Bali, mereka akhirnya bertemu saat Wayan Pon mengikuti pertukaran pelajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali, kemudian mereka menikah dan memutuskan untuk tinggal di Bali sejak saat itu. 

Siang Itu mereka bercerita tentang kesulitan yang dihadapi dalam mencari bantuan dana untuk museum instrumen musik tradisional Indonesia yang hampir punah. Perbincangan ini akhirnya mengarah pada tawaran untuk bekerja sama dengan Nuanu. Pertemuan ajaib saya dan Wayan Pon akhirnya melahirkan Yayasan Semara Gita Bhuana dengan dukungan pendanaan pertama dari Nuanu. 

Akhirnya kami bekerja sama menganalisa instrumen Gambang, sebuah set Gamelan yang sudah sangat tua, berasal dari zaman Majapahit. Ada tiga alasan kenapa instrumen musik ini hampir punah. Pertama, hanya tersisa satu orang yang bisa memainkan keseluruhan set instrumen ini dan beliau sudah berusia 90 tahun. Kedua, ini adalah instrumen yang sakral jadi tidak bisa dimainkan oleh sembarang orang atau sembarang waktu. Ketiga, generasi muda saat ini masih belum melihat pentingnya melestarikan budaya atau akibatnya di masa depan. Akhirnya kami memutuskan untuk merevitalisasi instrumen sakral ini dengan dana tersebut.

Budaya adalah hal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pendidikan adalah medium utama untuk menjaga kelanjutan budaya dan tradisi suatu bangsa. Sangat penting untuk menghadirkan sistem pendidikan mengenai tradisi budaya  yang menarik dan interaktif. Perlu diakui bahwa fokus generasi saat ini dalam menerima informasi memang semakin singkat, akibat tawaran teknologi seperti media sosial dan beragam faktor lain. Ini bukan lantas berarti teknologi hanya memberikan dampak buruk, justru kita harus menemukan harmoni antara upaya menjaga tradisi budaya dan teknologi modern.

Budaya adalah hal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pendidikan adalah medium utama untuk menjaga kelanjutan budaya dan tradisi suatu bangsa. Sangat penting untuk menghadirkan sistem pendidikan mengenai tradisi budaya  yang menarik dan interaktif.

Tidak ada kata terlambat untuk mulai berkontribusi bagi kelangsungan jati diri suatu bangsa. Saya tidak akan pernah bosan untuk mengungkapkan bahwa pendidikan selalu menempati peran krusial dalam mengenalkan tradisi dan budaya kepada generasi berikutnya. Saya pun paham bahwa cukup sulit untuk secara konsisten merasa terinspirasi, karena perjalanan memahami makna dan pentingnya menjaga budaya tidak akan selesai dalam semalam. Bahkan ini bisa dianalogikan sebagai sebuah perjuangan. Jika kita bisa menemukan nilai dan makna tengah pergumulan hidup dan batin, maka kita akan bersedia untuk berjuang bagi hal-hal yang kita yakini, sekalipun itu sulit. Sekali lagi, budaya dan tradisi adalah jati diri suatu bangsa, maka ini adalah perjuangan kita bersama untuk memastikannya tetap hidup dan dicintai hari ini, esok, dan seterusnya.

Jika kita bisa menemukan nilai dan makna tengah pergumulan hidup dan batin, maka kita akan bersedia untuk berjuang bagi hal-hal yang kita yakini, sekalipun itu sulit.

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023