Self Lifehacks

Weak Ties: Almost Self

Begini ceritanya. Waktu saya lulus S1 di bidang IT, saya dapat tawaran jadi penterjemah di sebuah consulting firm. Tidak ada hubungannya dengan IT, tapi gajinya lebih tinggi daripada entry level programmer. Jadi, saya ambil. Dari consulting firm, menjadi konsultan, menjadi trainer, sampai sekarang, saya tidak pernah bekerja di bidang IT. Dan itu 13 tahun yang lalu (yes I am old). Yang menarik adalah, sampai sekarang, orang masih suka bertanya, “Kok S1 kamu nggak nyambung dengan kerjaan?” 

Dalam obrolan sehari-hari, kadang kita tidak yakin apakah orang yang bertanya itu bertanya atau menuduh. Jadi bingung apakah saya harus cerita, atau membela diri. Dan ini hal yang sudah lama sekali. Kalau bertanya tentang karir, pasti ujungnya ditanya, kenapa dulunya pilih jurusan itu? Adakah hal lain yang kita putuskan di usia 17 tahun yang masih dipertanyakan 17 tahun kemudian?

Tapi memang itu keputusan besar. Seandainya saya taat pada jurusan, maka perjalanan hidup ini akan lumayan berbeda. Bahkan saya akan menjadi orang yang berbeda, seorang Tika yang lain. Seperti apa Tika yang itu, ya? Itu baru satu keputusan. Ada banyak sekali kemungkinan versi diri saya, yang terbawa dalam kesadaran sekarang. Ada “the real me”, yang lagi bicara di sini, tapi juga di balik suara ini, ada berbagai pengandaian dari diri saya yang tidak pernah terjadi. Tapi hampir. It’s my almost-selves.

Di 2020, usia saya 35 (again, I am old). Dan kayaknya saya belum siap berumur 35. Ada suara-suara yang mengatakan: mestinya, mestinya (thanks, mom). Saya tidak kekurangan, tapi rasanya kok kurang. Rasanya di umur segini harusnya punya lebih banyak hal. Lebih banyak pengalaman hidup. Lebih bijaksana. Lebih punya keberanian, punya cerita hidup, ketenangan diri, daripada yang saya punya. 

Dan “suara-suara” itu datangnya dari dalam diri saya sendiri. Ini semakin membuat merasa defisit, karena kukira di usia segini, kita sudah bisa baik pada diri sendiri, ternyata masih aja ada peperangan. Saya masih belum bisa mengatakan pada diri sendiri: you are enough

Anyway, itulah satu yang sepertinya cukup banyak dimiliki. What if? All the possible lives that we did not get to live. Mengatakan “I am enough” seharusnya termasuk rela menerima sekaligus sedikit melepaskan semua kemungkinan diri saya yang tidak terjadi itu. Kita tidak perlu terbenam dalam khayalan, tapi perlu mengingat momen milestones yang membawa kita ke saat ini. Saya tidak menyangka bahwa karir saya bisa terbentuk dari keputusan memilih kerja yang gajinya lebih besar, tapi itu milestone yang harus saya terima. Seperti kata Steve Jobs, you can only connect the dots looking back (Steve Jobs is not perfect. Episode depan kita akan membahas quote lain darinya yang problematik). Menyadari milestones seperti itu, bisa memperkaya diri. Itu membuat kita lebih aware, lebih mindful, bahwa kita telah menjalani belokan-belokan hidup secara sadar. Ada yang hasil keputusan kita, ada juga yang diputuskan orang lain. That’s okay. The question is, how did you get here? Karena dirimu saat ini adalah mahakarya. Semua ini terjadi, untuk menciptakan dirimu. 

Mengatakan “I am enough” seharusnya termasuk rela menerima sekaligus sedikit melepaskan semua kemungkinan diri saya yang tidak terjadi itu. Kita tidak perlu terbenam dalam khayalan, tapi perlu mengingat momen milestones yang membawa kita ke saat ini.

Saya, Tika Anindya, dan ini adalah Weak Ties. Saya punya belasan milestones dan kebetulan yang membentuk diri saya saat ini. Adakah momen hidup yang, jika tidak terjadi, maka perjalanan kalian akan sangat berbeda dari sekarang?

Untuk yang ingin masuk lebih dalam, coba deh baca The God Who Loves You, oleh Carl Dennis.

Karena dirimu saat ini adalah mahakarya. Semua ini terjadi, untuk menciptakan dirimu. 

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024