Circle Art & Culture

Pirrou's Talk: Mengendalikan Obsesi

Obsesi.

Wah, terdengar serius, ya? Apa hal yang muncul di pikiran kalian saat mendengar kata obsesi? Buruk kah? OCD atau Obsessive Compulsive Disorder yang belakangan sering kita dengar mungkin? Atau hal dan isu-isu psikologis lainnya?

Nah, sebenarnya apa itu obsesi?

Obsesi sendiri adalah perasaan atau ide yang sangat merasuki pikiran kita. Tapi apa sih yang membuat seseorang jadi mempunyai obsesi seperti itu?

Menurut Dr. Perpetua Neo, obsesi berawal saat kita merasa vulnerable–rentan. Obsesi berkembang ketika orang yang mencoba untuk “live in their heads” daripada “living their life”

Untuk yang sering dipanggil wibu, tidak perlu merasa beda, inferior atau tidak pede. Obsesi tidak hanya berlaku untuk wibu, loh. Selain kultur Jepang, di dunia ini banyak kok orang-orang yang terobsesi dengan hal lain. 

Contohnya: obsesi terhadap selebriti/idola, obsesi terhadap K-pop, obsesi terhadap berat badan dan bentuk tubuh ideal, obsesi atas suatu gadget atau brand tertentu, obsesi terhadap hal-hal yang berbau militer, obsesi terhadap pekerjaan/bisnis, obsesi terhadap tim sepak bola, obsesi selfie/eksis di sosial media daaan…. banyak obsesi lainnya.

Apapun objeknya, menggemari sesuatu itu adalah hal yang lumrah karena memang banyak sekali hal yang menarik di dunia ini. Bukan hanya sebatas untuk diketahui tapi juga untuk dieksplorasi dan didalami. 

Saat suatu objek selalu hadir di pikiran kita karena menurut kita sangat menarik, obsesi terhadap hal tersebut dimulai. Kita mulai memberi waktu, materi, tenaga dan pikiran yang berlebih untuk objek tersebut. 

Obsesi itu sendiri bisa menjadi baik atau buruk, untuk kita, juga untuk orang lain. 

Pertama, kita bahas efek obsesi secara personal atau diri kita sendiri. Nah, ini tergantung sejauh mana kita memberi waktu, materi, tenaga dan pikiran yang lebih untuk suatu hal. Banyaknya usaha yang kita keluarkan menjadi penentu apakah obsesi kita ada dalam takaran yang baik, masih normal/biasa, atau malah buruk. 

Banyak pakar berpendapat, sebagai mahluk hidup yang berbasis “mengejar tujuan/goals”, manusia bisa memanfaatkan obsesi ini menjadi hal yang positif dan menambah motivasi diri. Contohnya, obsesi terhadap karir, kesehatan, kesejahteraan, dsb. Tapiii! Ingat ya porsinya jangan berlebihan.

Yang menjadi masalah adalah ketika porsi hal-hal di atas mengisi pikiran kita secara berlebih dan mulai mempengaruhi emosi, logika, hingga akal sehat. Kita bisa menjadi fanatik, dan kesulitan dalam mengatur skala prioritas. 

Bahkan malah bisa berpengaruh juga ke kondisi fisik seperti sulit tidur dan sering sakit kepala. Keuangan kita juga bisa kacau, dari sekedar koleksi, obsesi bisa mengubah kita jadi boros, bahkan hingga hoarding atau mengumpulkan barang berlebihan.

Kedua, efek obsesi terhadap orang lain. Obsesi kita juga bisa mempengaruhi dan berdampak terhadap orang lain, loh. Apalagi jika target obsesi kita adalah seorang individu, baik artis idola atau orang yang kita cintai. Pengaruh buruknya bisa berupa pelanggaran privacy, stalking, ketidak nyamanan antar individu. Atau bisa juga hubungan sosial yang berubah karena orang-orang tersayang dan terdekat kita semakin menjauh karena kita terlalu fokus terhadap sesuatu yang kita obsesikan.

Tapi efek positif obsesi juga bisa kita tularkan dan membantu orang banyak lho. Contohnya obsesi para penggiat lingkungan hidup seputar gaya hidup ramah lingkungan, atau Jeff Bezos sang pendiri Amazon.com yang menularkan kultur “customer obsession” kepada karyawannya yang membuat pelanggan puas.

Itu dulu yang dapat Pirrou ceritakan terkait obsesi. Berikutnya kita akan membahas bagaimana cara menunjukkan kesukaan kita terhadap suatu hal dengan cara yang lebih sehat. Terima kasih sudah membaca artikel kali ini dan sampai jumpa!

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023