Society Art & Culture

Berbahasa Juga Harus Seimbang

Ivan Lanin

@ivanlanin

Wikipediawan

Ilustrasi Oleh: Salv Studio

Utamakan Bahasa Indonesia
Lestarikan Bahasa Daerah
Kuasai Bahasa Asing

Sebagai orang Indonesia, 'tugas' kita dalam berbahasa sangat banyak karena sebenarnya tidak hanya Bahasa Indonesia saja yang harus digunakan namun juga bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun ketiga bahasa tersebut memiliki porsi dan perannya masing-masing. Dari jargon di atas kita bisa melihat urutan mana yang harus didahulukan lalu melihat porsinya dari kata kerja yang diletakkan di awal.

Urutan pertama adalah Bahasa Indonesia di mana kita memang harus menjadikannya bahasa utama dalam berbagai kesempatan. Kedua, bahasa daerah. Kalau ada kesempatan kita harus mencoba menggunakan bahasa daerah untuk melestarikannya agar tidak punah. Ketiga bahasa asing. Kuasai bahasa asing dalam hal ini mungkin Bahasa Inggris yang menjadi bahasa internasional. Mengapa bahasa asing juga harus dikuasai? Agar kita bisa menerima gagasan-gagasan yang ditulis dalam Bahasa Inggris juga sebaliknya kita bisa menyampaikan gagasan kita dalam bahasa asing. 

Misalnya saja Sutan Takdir Alisjahbana, beliau aktif menulis di zaman kemerdekaan di mana bukunya tentang tata bahasa baru Bahasa Indonesia menjadi salah satu teori Bahasa Indonesia yang beliau terapkan sampai sekarang kita gunakan yaitu teori diterangkan-menerangkan. Perbedaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia terletak di hukum tersebut. Bahasa Inggris menggunakan menerangkan-diterangkan contohnya pada kata "red dress." Ketika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia frasa tersebut menjadi diterangkan-menerangkan yaitu "baju merah." Ternyata banyak artikel tentang kaidah Bahasa Indonesia yang beliau tulis dalam Bahasa Inggris justru memberikan dampak positif yaitu penyebaran tata Bahasa Indonesia yang meluas. Inilah keuntungan dari menguasai bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, yaitu terjadinya penyebaran ide yang meluas.

Akan tetapi yang terjadi di masyarakat kita adalah adanya kebanggaan akan bahasa asing yang dinilai lebih keren dari Bahasa Indonesia. Fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi saat ini saja tapi sudah sejak zaman penjajahan. Pada dasarnya Bahasa Indonesia banyak sekali menyerap dari bahasa asing. Sembilan dari 10 kosa kata Bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing. Paling banyak kita menyerap dari Bahasa Sansekerta, Arab dan Belanda. Bahasa Sansekerta masuk melalui Bahasa Jawa, Bahasa Arab melalui peradaban Islam yang masuk ke Indonesia, dan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di masa penjajahan. Kalau kita membandingkan dengan negara Malaysia misalnya, pengaruh bahasa asing mereka tidak terlalu banyak. Kebanyakan dari Bahasa Inggris saja. Contohnya kata "sepeda" yang kita serap dari Bahasa Portugis. Sedangkan Bahasa Melayu menyerap dari Bahasa Inggris secara harfiah yaitu "basikal". Setiap bahasa memiliki kekhasan masing-masing berdasarkan pengalaman sejarahnya.

Bahasa Indonesia sifatnya sangat lentur untuk menyerap dari berbagai bahasa asing. Karena kelenturan itulah kerap kali kita tidak canggung untuk menyerap dari Bahasa Inggris karena kita merasa sudah banyak kata yang sudah diserap dari Bahasa Inggris. Ditambah dengan kurang tanggapnya institusi resmi di Indonesia dalam mencari istilah Bahasa Indonesia untuk sebuah konsep asing yang hendak diterapkan di Indonesia. Contohnya "car free day" dan "three in one". Dari awal lahir di masyarakat, kedua konsep ini disebarkan dalam Bahasa Inggris padahal memiliki padanan frasa dalam Bahasa Indonesia. Salahnya adalah kita tidak dibiasakan untuk menggunakan istilah lokal. Sehingga dengan kelenturan sifat Bahasa Indonesia itu kita justru canggung ketika harus menggunakan istilah lokal dan akhirnya mencampur Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia ketika berbahasa.

Perlu disadari juga bahwa kita memiliki kecenderungan untuk menganggap apa yang berasa dari luar negeri itu keren. Pemikiran ini terbentuk sejak zaman penjajahan. Lagi-lagi karena pengaruh asing yang masuk selama zaman penjajahan tersebut. Dulu banyak gerakan pemuda yang menamakan diri mereka dengan Bahasa Belanda yang kemudian memunculkan kecenderungan tersebut. Mengokohkan pemikiran "rumput tetangga lebih hijau." Lama-lama kita kehilangan objektivitas. Apa yang kita lakukan sehari-hari terlihat biasa saja sedangkan saat melihat hal baru kita melihatnya jadi luar biasa. Kesulitan lainnya juga berasal dari kesenjangan ragam bahasa formal dan informal pada Bahasa Indonesia. Sehari-hari kita menggunakan bahasa informal sehingga ketika harus berganti ke ragam formal jadi sulit. Berbeda dengan Bahasa Inggris. Bahasa informal dalam Bahasa Inggris bisa digunakan di dalam bahasa formal juga. Sehingga yang terjadi sekarang ini anak muda Indonesia banyak menggunakan ragam informal tapi gagap ketika harus pindah ke bahasa formal. Seberapa penting menggunakan bahasa formal? Sangat penting. Terutama untuk bicara dan menulis dalam ragam formal untuk keperluan bisnis dan di dunia pekerjaan.

Sebetulnya sikap ini wajar terjadi namun tetap saja kita harus berusaha menyeimbang penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Yang dibutuhkan pertama adalah niat diikuti dengan perwujudan perilaku dan konsistensi. Dengan demikian dalam keseharian kita tidak lagi canggung dan ragu dalam menggunakannya karena sudah terbiasa. Coba saja lihat orangtua kita dalam menggunakan setelan bahasa di ponselnya. Kita mungkin enggan menggunakan setelan Bahasa Indonesia di ponsel karena tidak terbiasa membaca istilah Bahasa Indonesia. Sedangkan mereka tidak. Mereka terbiasa dari dulu menggunakan Bahasa Indonesia sehingga tidak merasa canggung dan ragu. Saat mereka kecil juga mungkin mereka tidak dituntut untuk bisa menguasai Bahasa Inggris karena perkembangan dunia tidak sepesat sekarang. Berbeda dengan para orang tua muda yang sedari anaknya bayi sudah diperkenalkan dengan Bahasa Inggris. Tidak salah, tapi sedikit keliru. Sejumlah orang tua khawatir anaknya tidak bisa mengikuti perkembangan dunia karena tidak menguasai Bahasa Inggris karena perkembangan dunia dilihat dari keterampilan penguasaan Bahasa Inggris. Padahal sebenarnya seorang anak bisa menyerap begitu banyak informasi termasuk bahasa. Otak mereka seperti busa, jadi jangan menganggap enteng kemampuan otak mereka dengan hanya mengenalkan satu atau dua bahasa saja. Ajarkan saja tiga bahasa pada mereka: Bahasa Indonesia, bahasa daerah dan Bahasa Inggris. Kembali lagi pada slogan di awal tadi. Niscaya kita dapat lebih memahami logika berbahasa di mana ketiganya penting asal tetap ditempatkan pada porsinya sendiri-sendiri.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023