Society Art & Culture

Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Hendrick Tanuwidjaja

@hendrick_tanu

Praktisi Meditasi & Mindfulness

Greatmind x Mindfulness Hub

@ mindfulnesshub.id

Platform Meditasi dan Kesehatan Mental

Pernahkah dirimu merasa begitu utuh bersama dengan hatimu sendiri, termasuk dengan segala ironi, drama dan trauma?

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai. Adanya malapetaka itu, jangan-jangan bukanlah sebuah hambatan, namun diperlukan untuk sebuah keutuhan hidup seorang manusia. Malapetaka bukan sebagai bencana, namun sebagai kenyataan hidup yang tak terperikan.

Ada sebuah filsafat Nusantara yang barangkali bisa membantu kita merangkul trauma malapetaka di dalam diri. Bangsa Indonesia punya satu filsafat yang jarang sekali digali dan sangat dekat dengan mindfulness yaitu Filsafat Mandala Cakravartin.

Sejak 1500 tahun yang lalu, sedari masa kedatuan Tarumanegara, Sailendra, Singosari dan Majapahit, filsafat Mandala Cakravartin digunakan untuk menata hati, pikiran, perasaan, tubuh. Tak hanya itu bahkan hingga menata pergaulan, lingkungan berkelanjutan, sosial ekonomi, politik, budaya, spiritual, teknologi, hubungan antar pulau hingga mancanegara dengan kedamaian. Ajaran-ajaran ini termaktub dalam beberapa kitab Jawa Kuno misalnya Sang Hyang Kamahayanikan dan Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) yang perlu mendapatkan makna penjelasan lebih mendalam. Intinya: pernah suatu saat di masa lalu, selama lebih dari 1000 tahun lamanya, peradaban Nusantara diisi oleh filsafat Mandala Cakravartin yang dimanifestasikan secara tangible (kelihatan) dan eksplisit lewat mahakarya Mandala Candi Borobudur.

Sebenarnya apa, sih, Mandala itu, mengapa digunakan untuk menata kehidupan? Mandala seperti Candi Borobudur biasanya terdiri dari dua macam pola dasar yaitu lingkaran dan persegi. Lewat kesadaran kolektif dari umat manusia di muka bumi, umumnya bentuk lingkaran melambangkan holistik, utuh, dan rampung, sedangkan persegi melambangkan 4 sisi yang harmonis, seimbang.

Setelah itu pola lingkaran dan persegi dari Mandala akan terbagi lagi menjadi garis-garis lurus yang saling bertemu membentuk titik-titik persilangan yang menandakan bertemunya garis ruang dan waktu, bertemunya garis cinta dan kebijaksanaan, dan bertemunya titik-titik energi dan kejadian hidup. Jadi konsep Mandala sebenarnya mengajak kita untuk menyatukan kembali kesadaran yang sebelumnya tercerai berai ke masa lalu dan masa depan kembali ke masa kini, dengan kelembutan dan kearifan.

Gejala dari merasa terjebak dalam trauma adalah merasa tercerai berai dan tidak komplit. Gejala kesembuhan ditandai dengan mulainya rasa utuh, harmonis, rampung.

Simbol-simbol bentuk Mandala ini dipakai oleh manusia Nusantara sebagai bahasa saat mereka berkomunikasi ke dalam dirinya sendiri untuk menemukan jawaban kehidupan yang baik, atau untuk menemukan cara agar dapat terhubung dengan alam dan manusia lainnya di muka bumi ini secara harmonis. Manusia diajak untuk melihat bahwa segala yang di bumi ini adalah usaha kolektif sehingga perlu belajar untuk sembuh secara kolektif dan mandiri, tidak sendirian.

   

Relung-relung di antara garis-garis Mandala ini biasanya dihuni orang-orang atau figur dengan posisi pimpinan tertentu yang tinggal di dalam istana-istana. Hal ini hendak menggambarkan bahwa dalam diri setiap Mandala manusia ada bagian-bagian dirinya sendiri. Mungkin saat ini di setiap Mandala diri kita sendiri, ada planet sukacita, planet trauma, planet dukacita, planet kemarahan, planet semangat, planet keberanian, planet antisipasi dan ekspektasi yang sedang mengorbit matahari kesadaran.

Segala aspek perasaan dan pemikiran kita ini masing-masing memiliki istana di Mandala diri. Sedangkan ketika konsep ini dibawa keluar diri, maka seorang manusia akan sadar bahwa Mandalanya tidak akan bisa terpisah dari orang-orang di sekitarnya. Teman, keluarga, penduduk dunia, semuanya duduk di istana mandala kehidupannya.

Kita semua berbagi Mandala oksigen yang sama, kita semua berbagi trauma kolektif dan kita semua bersama-sama merasakan kebaikan teknologi yang semakin maju. Seluruh penduduk bumi ini adalah bagian dari Mandala satu orang manusia, yang saling berinteraksi dengan Mandala manusia lainnya. Hal ini memungkinkan seseorang untuk menyayangi bumi karena keberlanjutan Mandala bumi adalah keberlanjutan Mandalanya sendiri.

Akhirnya, manusia Nusantara menyadari bahwa mereka perlu menjadi Cakravartin, yaitu pemimpin yang ada di tengah-tengah atau pusat setiap Mandala. Cakravartin  adalah seorang leader yang berinisiatif mengusahakan kesejahteraan, menggerakkan dan mengayomi segala sesuatu yang ada dalam ruang lingkar Mandalanya. Ia mengusahakan kebaikan bagi segenap Mandala dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu berlanjut untuk Mandala orang lain serta lingkungannya. Apapun yang diusahkannya, bersumber dari garis-garis kasih sayang dan kearifan. Dengan kualitas ini, seseorang mampu berdaulat atas pemikiran, perasaaan dan tubuhnya. Kedaulatan atas dirinya sendiri ini menjadikannya pemimpin yang pantas menyandang gelar Cakravartin. Maka dari itu, setiap orang akhirnya dilantik menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.

Dikisahkan di Candi Borobudur, bahwa seorang Cakravartin memiliki tujuh permata untuk berhasil dalam petualangannya mengarungi kehidupan. Yang pertama adalah permata hidup sadar yaitu mindfulness yang membuatnya bisa menerima segala gelap terang kehidupannya. Kelegaan dari permata hidup sadar ini membuatnya bisa mengakses permata kejernihan yang mampu membedakan dan memilih mana yang bermanfaat dan yang tidak. Hal ini mengakibatkannya semakin bersemangat dan mempertahankan apa yang ditemukannya dengan permata kerajinan.

Semakin rajin, seorang Cakravartin akan menemukan permata sukacita, karena ternyata banyak sekali potensi dan kebaikan yang tergali dari dalam dirinya sendiri. Ia menjadi manusia yang semakin lentur, fleksibel, tidak kaku sehingga memungkinkan pikirannya tenang di tengah amukan badai kehidupan, bahkan meskipun apa yang tidak disukainya datang dan apa yang disukainya pergi meninggalkannya. Setelah mendapat permata-permata meditasi ini, maka Mandala seorang Cakravartin menjadi komplit. Ia melihat lebih banyak apa yang benar daripada apa yang keliru di dalam hidupnya dan akhirnya tersadar bahwa Mandala manusianya sebenarnya dari dulu sudah komplit dan benar. Lepas bebas dari penghakiman yang kaku.

Agar hati menjadi bijak dan bebas, manusia perlu memperhatikan Mandala kehidupannya yang terdiri atas tubuh, emosi, kondisi mental, dan struktur pemikiran serta hubungannya satu sama lain. Pertumbuhan seorang manusia adalah sebuah Mandala, sehingga mungkin saja kita dapat mengembangkan potensi-potensi tertentu, atau menerima kekurangan dari diri kita sendiri. Sebagai contoh, orang yang sangat pandai dalam ilmu pengetahuan, bisa saja tidak terampil dalam mengelola emosi. Atau seseorang bisa saja memenangkan banyak sekali jabatan atau penghargaan, namun malah tidak bisa merasakan napas dan badan sendiri.

Jadi ternyata untuk menjalani kehidupan yang utuh dan komplit, atau kehidupan yang bijaksana dan welas asih, maka kualitas-kualitas Cakrawati perlu diarahkan ke setiap dimensi utama diri sebagai Mandala. Mandala bernama manusia ini terbangun atas perasaan, kondisi mental, sejarah masa lalu, serta bagaimana kita terhubung dengan dunia di sekitar kita.

Mandala mengajarkan bahwa untuk merasa rampung dan harmonis, kita perlu mengarahkan kesadaran yang lembut dan penuh sayang pada ketidaksempurnaan, karena Mandala adalah sebuah pertumbuhan. Pertumbuhan hanya menjadi mungkin pada saat ada ketidaksempurnaan. Jika semua sudah sempurna, apanya lagi yang mau bertumbuh?

Pencerahan-pencerahan kecil, mengubah hidup seorang manusia. yang kecil ini tentunya lama-lama menjadi besar sehingga Mandala yang tercerai berai oleh karena penolakan dan kebencian akhirnya menyatu dan bertransformasi kembali menjadi Mandala empati, perhatian, pengampunan dan kasih sayang yang kita semua warisi dari para ibu kita. Ini adalah makna mendalam saat kita menaiki Mandala Candi Borobudur sembari membaca setiap detil cerita reliefnya.

Di buku The Soul of Borobudur: Filosofi Mandala Cakravartin, saya menggali lebih dalam konsep filsafat ini, lewat petualangan ke masa lalu dan masa depan. Apa jadinya peradaban kita ini di tahun 2045, jika masing-masing dari diri kita menjadi pemimpin, menjadi Cakravartin bagi diri kita sendiri dulu. Mulai dari diri. Mandiri dan bertanggung jawab. Ada sebuah Mandala yang menunggu untuk disayangi dan diperhatikan.

Mandala mengajarkan diri kita adalah pusat dunia, namun demikian juga manusia lainnya juga menjadi pusat dunia bagi dirinya sendiri dan kita semua adalah bagian dari pusat Mandala Bumi yang jauh lebih besar dari diri.

Kita ini kecil, tapi juga besar. Sri Nisargadatta Maharaja pernah berkata, “"Kebijaksanaan mengatakan bahwa saya bukan apa-apa. Cinta mengatakan bahwa saya adalah segalanya. Di antara keduanya, hidup saya mengalir."

Dengan rampungnya Mandala ini, maka kalau-kalau suatu saat meninggal, manusia akhirnya bisa merasa lega, tugasnya selesai, sudah bertumbuh dan berdampak baik untuk bumi ini, job well done.

 

Related Articles

Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023
Card image
Society
Dinamika Masyarakat Setiap Zaman

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bersama dengan segala dinamika yang hadir. Hidup berdampingan bersama jutaan manusia lainnya tentu memberikan kita banyak pengalaman, termasuk konflik, kerja sama, hingga interaksi antar bangsa dan negara.

By Greatmind
14 January 2023