Circle Love & Relationship

Seni Relasi Sehat

Reza Gunawan

@rezagunawan

Pakar Penyembuhan Holistik

Fotografi Oleh: Andrie Radian

Istilah relasi sehat bagi kami lebih merujuk pada mindful relationship atau mindful relating yang berarti berelasi dengan penuh kesadaran. Apa yang disadari, yaitu bagaimana kita mengalokasikan perhatian pada diri sendiri dan pasangan kita dalam membangun sebuah hubungan. Kalau dilihat secara umum, biasanya orang dalam sebuah hubungan akan mengutamakan kerukunan yang artinya tidak bertengkar dan langgeng artinya awet. Sementara dari pengalaman, baik sebagai terapis maupun dari berbagai statistik yang kami baca, banyak pernikahan yang tidak langgeng atau tidak bertahan selamanya dan juga banyak yang tidak bebas dari konflik dan pertengkaran.

Tapi realitanya, banyak hubungan seperti yin dan yang yang memiliki sisi terang dan sisi gelap – dan sisi gelapnya ini salah satunya adalah bahwa sebuah hubungan memang tidak bisa permanen selamanya, baik relasinya maupun sisi manis dalam hubungan. Maka relasi dengan konsep yang realistis, dan berbasis perhatian, tentu akan bisa dijalani dengan lebih mudah.

Apa yang kita jadikan salah satu dari konsep realistis itu? Bahwa dalam hubungan memang ada sisi gelapnya yang umumnya membawa kita dan pasangan dalam berbagai pertengkaran. Nyatanya, pertengkaran dalam sebuah hubungan justru merupakan sebuah ciri dari hubungan yang sehat. Pertengkaran yang diperhatikan dan dikelola dengan sadar akan bisa menjadi kesempatan buat saling mengenal, lebih merasa dekat dan intim dengan pasangan.

Relasi yang sehat itu juga adalah relasi yang minim timbunan. Karena kadang-kadang, untuk menciptakan sebuah kerukunan, pasangan seringkali harus “menimbun”. Menimbun uneg-uneg, menimbun kesal, menimbun keluhan, atau menimbun kejujuran, dilapisi dengan kebohongan atau white lies, atau banyak lagi hal lain yang sebenarnya alasan yang sering diciptakan dalam sebuah hubungan atas nama menjaga kerukunan dan kedamaian. Sementara dalam konsep relasi yang sehat itu, timbunan ini bisa minim sekali karena segala hal bisa dibicarakan, walaupun dalam proses pembicaraannya tidak berarti damai-damai saja, bisa melalui konflik, bisa melalui pertengkaran dan argumentasi. Hanya saja, yang berusaha kami terapkan adalah bagaimana pertengkaran, perdebatan, dan adu argumen ini dapat dilakukan dengan tidak destruktif karena masing-masing pihak punya pemahaman bahwa konflik digunakan untuk memahami satu sama lain.

Mungkin selanjutnya akan muncul pertanyaan, “Benarkah pertengkaran dapat menumbuhkan kedekatan?” Jawabnya, ya. Kalau saja kita memiliki sudut pandang bahwa pertengkaran harusnya dihindari karena berbahaya, kita tidak akan pernah menemukan bahwa pertengkaran itu sebenarnya adalah jendela emas menuju kedekatan yang lebih baik. Perbedaannya terletak pada bagaimana kita mengelola pertengkaran. Dalam mindful relating atau seni relasi sehat, yang kita encourage adalah kedua belah pihak secara bergantian menjadi pihak yang berkomunikasi mengambil posisi untuk bisa berekspresi secara jujur total, bisa menjelaskan dirinya selengkap dan sejelas mungkin dengan jujur tanpa pihak yang satu lagi berusaha untuk tidak memotong, mendengarkan penuh perhatian, dengan tujuan memberikan kesempatan pada pasangannya untuk mengosongkan isi pikiran dan hatinya dan juga dengan tujuan utama untuk memahami sudut pandang apa yang sebenarnya sedang berusaha dikemukakan oleh pasangannya. Proses komunikasi seperti ini, ketika telah dilakukan dengan benar, akan membangun pengertian. Deep understanding ini, sifatnya lebih mendalam secara emosional, dan justru akan menjadi sendi-sendi kerukunan yang lebih solid daripada sekadar hanya menghindari pertengkaran.

Pertengkaran yang diperhatikan dan dikelola dengan sadar akan bisa menjadi kesempatan buat saling mengenal, lebih merasa dekat dan intim dengan pasangan.

Terampil Tengkar Sehat

Kami menyebut tahapan ‘pertengkaran’ ini sebagai TTS (Terampil Tengkar Sehat). Dalam TTS ini ada empat tahap yang singkatannya diciptakan oleh Dewi – yakni STMJ – yang kepanjangannya adalah Stop, Tenang, Membuka, Jernihkan. Stop artinya adalah jika kita mengetahui bahwa konflik akan dimulai, dan tiba-tiba akan mengalami eskalasi, maka setiap pasangan perlu sadar untuk berhenti dan mengambil jeda. Hal penting dalam tahap ini adalah tidak menggunakan momen stop ini dengan menghukum pasangan kita tanpa bilang mengapa kita diam atau menyingkir. Beri jangka waktu untuk kembali bicara. Dengan demikian, pasangan kita pun tahu bahwa kita butuh ruang, bukan karena kita ngambek dan mau menghukumnya dengan silent treatment, tapi untuk mencegah eskalasi yang sifatnya destruktif.

Lalu, dalam keadaan sendiri ini, penting sekali untuk melakukan fase T yakni Tenangkan. Dalam fase ini masing-masing pihak punya tanggung jawab untuk memroses, mendaur ulang, dan menetralisir stres serta emosi mereka tentang situasi yang tengah terjadi. Bukan supaya pertengkarannya selesai, namun dalam fase ini Anda harus bisa berada dalam posisi yang lebih tenang, lebih lega, dan lebih jernih untuk melanjutkan komunikasi dengan pasangan lebih lanjut.

Setelahnya ada fase M, yaitu Membuka atau Menjalin di mana setiap pasangan sudah lebih tenang dan kemudian berpikir untuk membuka kembali pipa yang sedang ditutup. Masalahnya mungkin belum selesai karena komunikasi belum terjadi – tapi setidaknya dalam diri sudah lebih tenang. Dalam fase ini, sifatnya memang agak meraba-raba. Karena mungkin yang satu sudah tenang, tapi pasangan masih marah. Atau bisa juga sebaliknya. Jadi dalam memulai fase ini, kita harus memerhatikan pasangan kita dan melihat dari gestur, bahasa tubuh, atau kerelaan dia untuk mendekat, melihat, atau berbicara pada kita untuk kita rasakan; apakah pasangan kita ini masih marah atau tidak. Poinnya bukan pada ngambek-nya sudah selesai atau belum, tapi adalah pada apakah keduanya sudah ada di titik yang cukup jernih dan lega untuk memulai percakapan kembali. Karena begitu percakapan dimulai, apinya bisa berkobar lagi. Jikalau pasangan terlihat belum siap, maka sebaiknya kembali ke ruang masing-masing untuk berproses dan menunggu sampai keduanya sudah siap untuk berkomunikasi.

Ketika dua-duanya sudah siap berkomunikasi, barulah bisa masuk ke fase J, atau Jernihkan di mana kedua belah pihak mulai berkomunikasi untuk menjernihkan permasalahan dan konflik yang ada. Ketika kita mengalami konflik, terkadang kita melihatnya dari sisi kita saja tanpa melihatnya dari sisi pasangan. Saat berada di fase ini, kita bisa mulai bergantian mengambil peran yang satu jujur dengan jelas dan lengkap, yang satu mendengar dengan jelas dan lengkap bergantian sampai muncul pengertian. Pengertian ini tidak hanya akan membantu menyembuhkan sisa emosi yang tersangkut, tapi juga mendekatkan diri lagi satu sama lain.

Membangun Perhatian

Untuk dapat memupuk kehadiran, kebersamaan, dan saling perhatian dalam sebuah hubungan, kesemuanya memang butuh pembiasaan dan latihan, terutama di era yang penuh distraksi seperti sekarang ini. Perhatian adalah salah satu hal yang paling mahal di hidup kita sekarang ini dan menjadi semacam mata uang yang menentukan kualitas sebuah hubungan. Semakin kita bisa menaruh perhatian secara penuh, semakin kita atentif, hadir untuk satu sama lain – itu membuat sebuah hubungan semakin berkualitas. Sering sekali kita terdistraksi dengan gadget, dengan multitasking, dan sebagainya – lalu kita menganggap itu semua normal. Bagi manusia-manusia modern, khususnya, kita memang harus berlatih. Misalnya dengan sedapat mungkin untuk tidak bolak-balik melihat ponsel, ataupun bermain gadget saat sedang bersama. Kalaupun ada sesuatu yang memang urgen yang ingin dilakukan – entah mengecek email dan sebagainya – minta izin terlebih dahulu, sehingga tidak ada kebersamaan yang dilabrak begitu saja.

Selain itu, kita juga bisa membangun kebersamaan dengan tetap memiliki ruang masing-masing untuk bertumbuh, sembari juga memilih beberapa kegiatan yang kami bisa sama-sama bertumbuh dan bisa membagi topik yang sama. Contohnya, renang bagi kami berdua, yang adalah hobi dan kami tekuni bersama. Tapi di luar itu, kami pun punya ruang bertumbuh pribadi seperti saya dengan dunia penyembuhan dan Dewi dengan dunia penulisan. Lalu nanti di musik, tiba-tiba kami dapat bertemu lagi.

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023